TEMPO.CO, Jakarta – Bentrokan antara faksi-faksi militer yang bertikai pecah, Rabu, 24 Mei 2023, di ibu kota Sudan, Khartoum. Keadaan ini mengancam gencatan senjata yang dirancang untuk memungkinkan pengiriman bantuan dan penghentian konflik.
Pertempuran di ibu kota Sudan pecah pada pertengahan April di antara tentara bersenjata negara itu melawan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) yang kuat. Konflik Sudan memaksa lebih dari 1,3 juta orang meninggalkan rumah mereka, dan mengancam akan mengguncang wilayah yang lebih luas.
Saksi, seperti dikutip Reuters, melaporkan bentrokan di beberapa wilayah ibu kota pada Rabu sore. Asap hitam di sebelah barat Khartoum tengah terlihat mengepul ke udara, dan terjadi penembakan di dekat sebuah kamp tentara di Khartoum selatan.
Di Bahri, salah satu dari tiga kota di sekitar pertemuan sungai Nil Biru dan Nil Putih yang membentuk ibu kota Sudan yang lebih besar, suara bentrokan dan tembakan artileri terdengar. Sebelumnya, warga melaporkan tembakan artileri di dekat pangkalan militer Wadi Sayidna di pinggiran Omdurman, kota ketiga.
Gencatan senjata disepakati pada Sabtu setelah pembicaraan di Jeddah yang ditengahi oleh Arab Saudi dan Amerika Serikat. Pengumuman gencatan senjata sebelumnya gagal menghentikan pertempuran.
Gencatan senjata telah membawa ketenangan relatif dalam pertempuran di Khartoum pada Selasa, meskipun hanya ada sedikit tanda peningkatan bantuan kemanusiaan yang cepat.
Dalam pernyataan Rabu malam, tentara dan RSF saling menuduh telah melanggar perjanjian.
RSF mengatakan terpaksa mempertahankan diri dari serangan darat, artileri dan udara oleh tentara. Tentara pada gilirannya menuduh RSF melakukan serangan terhadap tempat percetakan uang negara, pangkalan udara tentara, dan beberapa kota di sebelah barat ibu kota.
Saksi di Omdurman melaporkan bahwa sebuah pesawat tempur tentara telah ditembak jatuh, dan video yang diposting di media sosial menunjukkan kejadian tersebut. Rekaman itu tidak dapat segera diverifikasi.
Konflik di Sudan meletus ketika rencana untuk transisi politik yang didukung komunitas internasional menuju pemilu di bawah pemerintahan sipil akan diselesaikan. Banyak penduduk berjuang untuk bertahan hidup karena mereka menghadapi pemadaman air dan listrik yang berkepanjangan, jatuhnya layanan kesehatan dan meluasnya pelanggaran hukum dan penjarahan.
Kepala hak asasi manusia PBB menyebut situasi di Sudan "memilukan". Menurutnya ada laporan kekerasan seksual yang "sangat meresahkan" di Khartoum dan Darfur dengan setidaknya 25 kasus dilaporkan sejauh ini. Jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
REUTERS
Pilihan Editor: Ron DeSantis Umumkan Maju Pilpres AS di Twitter bersama Elon Musk