TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa perempuan Afghanistan yang dipekerjakan oleh PBB telah ditahan, dilecehkan dan dibatasi pergerakannya sejak dilarang oleh Taliban untuk bekerja untuk badan dunia itu, kata PBB.
Penguasa Taliban Afghanistan memberi tahu PBB awal bulan lalu bahwa perempuan-perempuan Afghanistan yang dipekerjakan misi PBB tidak lagi dapat bekerja.
“Ini adalah yang terbaru dari serangkaian tindakan diskriminatif – dan melanggar hukum – yang diterapkan oleh otoritas de facto dengan tujuan sangat membatasi partisipasi perempuan dan anak perempuan di sebagian besar wilayah publik dan kehidupan sehari-hari di Afghanistan,” kata PBB dalam sebuah laporan yang dirilis pada Selasa, 9 Mei 2023.
Otoritas Taliban terus menindak suara-suara yang berbeda pendapat, khususnya mereka yang berbicara tentang isu-isu yang berkaitan dengan hak-hak perempuan dan anak perempuan, katanya.
Laporan PBB menyebut penangkapan empat perempuan pada Maret yang berpartisipasi dalam protes Kabul yang menuntut akses ke pendidikan dan pekerjaan dan penangkapan Matiullah Wesa, kepala PenPath, sebuah organisasi masyarakat sipil yang mengkampanyekan pembukaan kembali sekolah untuk anak perempuan.
PBB juga menyoroti penangkapan seorang aktivis hak-hak perempuan dan saudara laki-lakinya pada Februari di provinsi utara Takhar.
Beberapa aktivis masyarakat sipil lainnya telah dibebaskan, dilaporkan tanpa dakwaan, setelah penahanan sewenang-wenang yang diperpanjang oleh dinas intelijen Taliban, kata laporan itu.
Langkah-langkah itu akan berdampak buruk pada prospek kemakmuran, stabilitas, dan perdamaian Afghanistan, kata Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA).
Taliban sebelumnya melarang anak perempuan bersekolah di luar kelas enam dan memblokir perempuan dari sebagian besar aspek kehidupan dan pekerjaan publik. Pada Desember, mereka melarang perempuan Afghanistan bekerja di organisasi lokal dan non-pemerintah, suatu tindakan yang pada saat itu belum meluas ke kantor-kantor PBB.