“Malaysia harus menunjukkan kepemimpinan regional dengan mendorong pemerintah lain di ASEAN untuk memikirkan kembali penggunaan hukuman mati yang berkelanjutan, dimulai dengan Singapura yang baru-baru ini melakukan eksekusi pasca-Covid,” ujarnya.
Laporan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pada Oktober lalu menyebut, terdapat 31 vonis hukuman mati yang dijatuhkan di Indonesia. Daerah atau provinsi dengan penjatuhan vonis mati terbanyak ialah Aceh dengan total 7 vonis dengan 27 terdakwa. Putusan tersebut dijatuhkan mayoritas karena tindak pidana narkotika.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga memvonis bekas Perwira Tinggi Polri Ferdy Sambo pada 13 Februari 2023, dengan hukuman mati atas upaya pembunuhan berencana ajudannya Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat. Putusan tersebut lebih berat dari tuntutan penjara seumur hidup dari Jaksa untuk terdakwa.
Direktur Eksekutif Migran CARE – lembaga yang fokus mengadvokasi pekerja migran Indonesia, Wahyu Susilo, memberi apresiasi langkah Malaysia menghapus hukuman mati. Dia menyerukan pemerintah supaya dapat memastikan jumlah pekerja migran yang sudah divonis hukuman mati, agar bisa mendapatkan pembebasan dari vonis tuntutan/dakwaan hukuman mati.
Wahyu mengatakan, langkah hukum Malaysia juga harus mendorong Pemerintah Indonesia membentuk peta jalan penghapusan hukuman mati dalam sistem hukum pidana nasional. “Supaya mempunyai legitimasi politik dan moral untuk penghapusan hukuman mati pekerja migran di luar negeri,” katanya melalui pesan singkat kepada Tempo, Selasa, 11 April 2023.
Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), Indonesia secara tegas mengatur tentang pidana mati sebagai pidana pokok. Pada Pasal 10 huruf a KUHP menyatakan, Pidana pokok terdiri dari, Pidana mati, Pidana penjara, Pidana kurungan, Pidana denda, Pidana tutupan.
Migrant CARE beberapa kali mengadvokasi WNI yang menghadapi hukuman mati WNI di Malaysia. Wahyu memberi contoh kasus Wilfrida Soik, pekerja migran asal Nusa Tenggara Timur yang didakwa hukuman mati karena dituduh melakukan pembunuhan atas majikannya pada 2010.
Wilfrida Soik dinyatakan bebas dari hukuman mati pada 2014. Namun dia tidak bisa pulang ke Indonesia karena menunggu surat pengampunan dari Sultan Kelantan. Enam tahun berlalu, pada 2021, Wilfrida pulang ke Indonesia.
DANIEL A. FAJRI, REUTERS, AL JAZEERA
Pilihan Editor: Netanyahu Batalkan Pemecatan Menteri Pertahanan, Coba Redam Ketegangan