TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Luar Negeri RI memantau terus perkembangan legislasi di Malaysia ihwal keputusan Dewan Rakyat – majelis rendah Parlemen Malaysia, yang pada pekan lalu menyetujui penghapusan hukuman mati wajib untuk beberapa pelanggaran. Jakarta melihat proses ini dan dampaknya pada warga negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di Malaysia.
Setelah kesepakatan dicapai di majelis rendah pada Senin, 3 April 2023, Dewan Negara atau majelis tinggi akan membahas rancangan tersebut. Jika disahkan, itu kemudian akan dikirim ke raja untuk ditandatangani menjadi undang-undang. Secara luas, proposal peraturan ini diperkirakan akan disahkan oleh majelis tinggi.
Amandemen akan berlaku untuk 34 pelanggaran yang saat ini berpotensi mendapat dihukum mati, termasuk pembunuhan dan perdagangan narkoba. Sebelas dari mereka membawanya sebagai hukuman wajib.
Hukuman mati akan dihapus sebagai opsi untuk beberapa kejahatan serius yang tidak menyebabkan kematian, seperti penculikan dan pembebasan, serta perdagangan senjata api.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Judha mengatakan, pihaknya dan Perwakilan RI sedang menangani total 219 WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri. Dari jumlah tersebut, terdapat 206 WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia, mayoritas terkait peredaran narkotika.
Saat ini, menurut Judha, di Malaysia terdapat 71 WNI terancam hukuman mati yang status hukumnya telah inkracht dan menunggu pengampunan. “Kemlu dan Perwakilan RI se-Malaysia akan melakukan pendampingan hukum terkait proses peninjauan kembali atas putusan putusan yang telah berstatus inkracht, sebagai penerapan legislasi Malaysia yang baru,” katanya saat dihubungi Tempo, Senin, 10 April 2023.
Malaysia memiliki moratorium eksekusi sejak 2018, tetapi pengadilan terus mengirim narapidana ke hukuman mati. Di bawah amandemen yang disahkan pada Senin lalu, alternatif hukuman mati akan mencakup hukuman cambuk dan penjara selama 30 hingga 40 tahun dalam kondisi tertentu.
Wakil Menteri Hukum Ramkarpal Singh mengatakan hukuman mati adalah hukuman bersifat tetap, yang tidak efektif dalam mencegah kejahatan.
“Kita tidak bisa seenaknya mengabaikan keberadaan hak hidup yang melekat pada setiap individu. Hukuman mati belum memberikan hasil yang diharapkan,” katanya saat mengakhiri debat parlemen tentang RUU tersebut.
Malaysia Harus jadi Contoh bagi Indonesia
Rancangan undang-undang penghapusan hukuman mati disahkan di Malaysia di tengah langkah beberapa negara tetangganya di Asia Tenggara yang meningkatkan penggunaan hukuman mati. Tahun lalu, seperti ditunjukkan data pemerintah, Singapura mengeksekusi 11 orang karena pelanggaran narkoba.
Sementara Myanmar melakukan hukuman mati pertama dalam beberapa dekade terhadap empat aktivis pro-demokrasi. Wakil Direktur Human Rights Watch Asia Phil Robertson menyebut pemungutan suara pekan lalu, sebagai langkah maju yang penting bagi Malaysia.