TEMPO.CO, Jakarta - Rumah sakit di Kota Kufra di Libya tenggara pada pekan lalu menerima tim pekerja medis dari Republik Rakyat Demokratik Korea, meskipun ada larangan PBB yang membatasi pekerja dari Korea Utara untuk bekerja di luar negeri.
Baca juga: 30 Daftar Negara yang Membenci Israel, Ada Korea Utara!
Menurut Rumah Sakit Pendidikan Martir Attia Al-Kaseh, tim medis Korea Utara yang beranggotakan 38 orang akan bekerja dengan mereka.
Tim ini terdiri atas seorang dokter bedah, dokter anak, dokter jantung, dokter kandungan, dokter THT, dokter gigi, dan 12 perawat, menurut NK News pada akhir pekan lalu.
Rumah sakit Libya dilaporkan mengidentifikasi para pekerja sebagai "orang Korea", tetapi analisis NK News mengungkapkan bahwa tim medis termasuk warga Korea Utara yang sebelumnya bekerja di Senegal pada 2019.
Radio Free Asia di Korea Selatan melaporkan bahwa pekerja medis Korea Utara sebelumnya juga bekerja di Libya, tetapi meninggalkan negara itu pada musim panas 2015. Ini dipicu penculikan yang merajalela dan masalah keamanan lainnya yang disebabkan oleh perang saudara.
Kembalinya petugas kesehatan Korea Utara terjadi setelah Duta Besar DPRK untuk Libya Ju Jin Hyok mengatakan kepada Menteri Kesehatan Libya Ali Al-Zanati pada 2021 niat mereka untuk "memulihkan kerja sama medis secepat mungkin."
Al-Zanati juga meminta Korea Utara untuk "mengambil alih manajemen" untuk beberapa rumah sakit mereka dan "menawarkan dukungan logistik, seperti menyediakan ambulans," lapor Afrigate News.
Penempatan mereka melanggar resolusi PBB yang berlaku pada 2019 yang melarang pekerja Korea Utara bekerja di luar negeri. PBB menuduh bahwa pendapatan mereka digunakan untuk membiayai program pengembangan rudal dan nuklir DPRK.
Meski dilarang, Korea Utara tetap mendorong untuk mengimpor tenaga medisnya ke beberapa negara Afrika, terutama di tengah puncak pandemi COVID-19.
Pada 2020, Mozambik membela keputusannya untuk tidak menegakkan sanksi PBB, dengan mengatakan bahwa dokter Korea Utara membantu meningkatkan perawatan kesehatan primer di negara mereka, karena menghadapi kekurangan profesional medis.
Pada tahun yang sama, Nigeria mengadakan perjanjian bilateral dengan DPRK untuk kerja sama medis.
Tahun lalu, Duta Besar Korea Utara untuk Guinea Ri Chong Gyong bertemu dengan menteri kesehatan masyarakat Guinea dan presiden sementara Mali Bah Ndaw untuk membahas penguatan kerja sama medis antara negara mereka.
Tetapi pekerja medis Korea Utara di luar negeri juga menghadapi kesulitan akibat pandemi dan terorisme. Pada puncak wabah virus korona, pekerja medis dilarang kembali ke negara mereka setelah Korea Utara menutup perbatasannya.
Pada 2015, ISIS menculik dua dokter Korea Utara di Libya, menuntut US$30 juta sebagai imbalan atas kebebasan mereka. Kedutaan Korea Utara di Libya menolak membayar uang tebusan, tetapi mereka dibebaskan oleh pasukan Libya.
Baca juga: 250 Imigran Libya Ditemukan Tewas Tenggelam
IB TIMES