Antony Blinken Protes Perempuan Afghanistan Tidak Boleh Masuk Universitas

Reporter

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi selama pertemuan KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, 9 Juli 2022. Pertemuan ini bertujuan untuk menjaga hubungan AS yang sulit dengan Beijing stabil dan mencegahnya membelok secara tidak sengaja ke dalam konflik. Stefani Reynolds/Pool via REUTERS
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi selama pertemuan KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, 9 Juli 2022. Pertemuan ini bertujuan untuk menjaga hubungan AS yang sulit dengan Beijing stabil dan mencegahnya membelok secara tidak sengaja ke dalam konflik. Stefani Reynolds/Pool via REUTERS

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pada hari Kamis, 22 Desember 2022, mengungkap keprihatinan atas sikap Taliban mencoba menghukum perempuan Afghanistan dengan melarang mereka kuliah atau menghadiri kelas-kelas di universitas.

Blinken sangat yakin Pemerintah Afghanistan yang sekarang dipegang oleh kelompok radikal Taliban akan gagal meningkatkan hubungan dengan negara-negara di dunia, kecuali jika militan itu mencabut larangan tersebut.

"Akan ada biaya jika ini tidak dibatalkan," katanya tentang larangan yang diumumkan pada hari Selasa.

Baca juga: Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Sejumlah wanita Afganistan berjalan-jalan di Kabul, Afganistan, 9 Mei 2022. Alasannya, perempuan Afganistan harus mengenakan burqa lantaran itu adalah pakaian tradisi dan penuh hormat REUTERS/Ali Khara

Blinken memperingatkan Taliban kalau Amerika Serikat akan membebankan biaya pada kelompok itu jika tidak mencabut larangannya yang baru-baru ini diberlakukan terhadap perempuan yang menghadiri kelas-kelas di universitas di Afghanistan.

Sebelumnya pada Kamis, 22 Desember 2022, Blinken mengatakan pemerintah pimpinan Taliban di Kabul tidak akan dapat memperbaiki hubungan dengan seluruh dunia jika terus menyangkal hak-hak dasar perempuan Afghanistan.

“Apa yang telah mereka lakukan adalah mencoba menghukum perempuan dan anak perempuan Afghanistan ke masa depan yang kelam tanpa kesempatan. Intinya, tidak ada negara yang akan berhasil – apalagi berkembang – jika ia menolak separuh populasinya kesempatan untuk berkontribusi,” kata Blinken dalam konferensi pers akhir tahun di Washington, DC.

Ekonomi Afghanistan yang bergantung pada bantuan sudah berada di bawah sanksi berat Amerika Serikat dan negara-negara Barat menyusul pengambilalihan negara itu oleh Taliban pada tahun lalu menyusul penarikan tentara Amerika Serikat, yang mengakhiri pendudukan selama 20 tahun.

Menanggapi ketakutan yang meluas akan kembalinya kebijakan keras yang mendominasi pemerintahan Taliban di Afghanistan pada 1990-an, Taliban awalnya menjanjikan pemerintahan yang lebih moderat ketika mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021. Namun langkah untuk melarang perempuan mengakses pendidikan di tingkat universitas, yang diumumkan awal pekan ini, memicu kemarahan di seluruh dunia, termasuk dari beberapa negara mayoritas Muslim yang meminta Taliban untuk membatalkan keputusan tersebut.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan larangan itu tidak Islami atau manusiawi.

“Apa salahnya pendidikan perempuan?  Apa ruginya bagi Afghanistan?. Apakah ada penjelasan Islami? Sebaliknya, Islam tidak menentang pendidikan. Islam bahkan mendorong pendidikan dan sains,” kata Cavusoglu. 

Di ibu kota Afghanistan, sekitar 50 orang berunjuk rasa yang sebagian besar perempuan. Mereka berkumpul di luar gedung Universitas Kabul sambil memegang spanduk dan meneriakkan, “Pendidikan adalah hak kami, universitas harus dibuka.”

Sehari sebelumnya, mahasiswa dari Universitas Nangahar di Afghanistan timur juga berdemonstrasi. Mahasiswa laki-laki di fakultas kedokteran keluar dari ujian sebagai protes atas dikeluarkannya teman sekelasnya yang perempuan.

Taliban menerbitkan aturan itu dengan alasan demi menjaga kepentingan nasional dan kehormatan perempuan. Pejabat Menteri Pendidikan Tinggi Pemerintahan Taliban, Nida Mohammad Nadim, mengatakan kepada penyiar negara Afghanistan RTA bahwa ada beberapa masalah sehingga mendorong terbitnya keputusan tersebut. Masalah yang disebut Nadim di antaranya mahasiswi perempuan yang berpakaian tidak Islami dan berinteraksi di antara mahasiswa laki-laki.

“Mereka tidak berjilab, mereka datang dengan pakaian yang kebanyakan perempuan pakai untuk pergi ke pesta pernikahan,” ujarnya.

Nadim juga mengatakan dalam wawancara bahwa diskusi tentang pendidikan perempuan sedang berlangsung.

Keputusan Taliban tersebut terus menuai kritik luas. Negara-negara G7 mengatakan penganiayaan gender mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaa.

Di Washington, Blinken juga mengatakan larangan itu akan merusak peluang Taliban untuk meningkatkan hubungannya dengan negara lain.

“Setiap prospek yang dicari Taliban untuk memperbaiki hubungan dengan dunia, dengan komunitas internasional, yang merupakan sesuatu yang mereka inginkan dan kami tahu bahwa mereka membutuhkannya – itu tidak akan terjadi jika mereka melanjutkan jalur ini,” katanya.

Reuters | Al Jazeera | Nugroho Catur Pamungkas

Baca juga: Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.








Ramadan di Afghanistan: Jangankan Berbagi, untuk Kebutuhan Keluarga Sendiri Saja Sulit

1 hari lalu

Suasana pasar di Kabul saat Ramadan, 21 Mei, 2020. REUTERS/Mohammad Ismail (File Foto)
Ramadan di Afghanistan: Jangankan Berbagi, untuk Kebutuhan Keluarga Sendiri Saja Sulit

Ketidakstabilan ekonomi menyebabkan banyak keluarga di Afghanistan kesulitan membeli makanan selama Ramadan, apalagi untuk berbagi.


Gempa Guncang Afghanistan-Pakistan, Sedikitnya 19 Orang Tewas

4 hari lalu

Warga mencari barang-barang yang bisa diselamatkan di antara reruntuhan rumah yang hancur akibat gempa di Desa Akbar, Provinsi Paktika, Afghanistan, 23 Juni 2022. Ini merupakan gempat paling mematikan di Afghanistan dalam dua dekade. REUTERS
Gempa Guncang Afghanistan-Pakistan, Sedikitnya 19 Orang Tewas

Gempa dirasakan di area seluas lebih dari 1.000 kilometer oleh sekitar 285 juta orang di Pakistan, India, Uzbekistan, Tajikistan, Afghanistan


Alasan Kader Perempuan GMNI Dipanggil 'Sarinah', Terinspirasi dari Pengasuh Soekarno

5 hari lalu

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). TEMPO/ Gita Carla
Alasan Kader Perempuan GMNI Dipanggil 'Sarinah', Terinspirasi dari Pengasuh Soekarno

Sarinah adalah perempuan pengasuh Soekarno yang sudah menjadi bagian dari keluarganya. Ia jadi panggilan kader perempuan GMNI.


Inggris Selidiki Pasukan Khusus SAS dalam Pembunuhan di Afghanistan

5 hari lalu

Seorang bocah Afghanistan menyaksikan seorang tentara Inggris berpatroli di provinsi Helmand, Afghanistan selatan 20 Juni 2006. REUTERS/Ahmad Masood
Inggris Selidiki Pasukan Khusus SAS dalam Pembunuhan di Afghanistan

Kemhan Inggris menyelidiki keterlibatan pasukan khusus SAS dalam kasus dugaan pembunuhan di Afghanistan.


Gempa Dahsyat Guncang Afghanistan, Pakistan, India

5 hari lalu

Seismograf gempa bumi. ANTARA/Shutterstock/pri
Gempa Dahsyat Guncang Afghanistan, Pakistan, India

Gempa berkekuatan M 6,5 melanda daerah-daerah di Afghanistan dan Pakistan, hingga Ibu Kota India. Setidaknya 2 orang tewas.


India Masuk dalam Laporan AS sebagai Pelanggar HAM Berat

6 hari lalu

Demonstran menghadiri protes menentang kerusuhan menyusul bentrokan antara orang-orang yang berdemonstrasi mendukung dan menentang undang-undang kewarganegaraan baru di New Delhi, India, 3 Maret 2020. REUTERS/Adnan Abidi
India Masuk dalam Laporan AS sebagai Pelanggar HAM Berat

Kritik keras AS terhadap India jarang terjadi mengingat negara ini penting bagi Washington untuk menangkal China.


Australia Tangkap Bekas Tentara atas Dugaan Kejahatan Perang di Afghanistan

7 hari lalu

Ilustrasi borgol (inloughborough.com)
Australia Tangkap Bekas Tentara atas Dugaan Kejahatan Perang di Afghanistan

Australia telah menangkap seorang mantan tentara karena diduga membunuh seorang warga sipil Afghanistan.


Universitas Suryakancana Diajukan Menjadi PTN Pertama di Cianjur

8 hari lalu

Bupati Cianjur, Jawa Barat, Herman Suherman, saat meresmikan tugu titik nol Cianjur di area kampus Universitas Suryakancana yang akan diajukan menjadi universitas negeri di Cianjur, Sabtu, 18 Maret 2023. (ANTARA/Ahmad Fikri).
Universitas Suryakancana Diajukan Menjadi PTN Pertama di Cianjur

Universitas Suryakancana (Unsur) Cianjur, yang merupakan perguruan tinggi swasta, akan diajukan menjadi perguruan tinggi negeri pertama di Cianjur.


PBB Kekurangan Dana, Jatah Makan Jutaan Warga Afghanistan Dipangkas

9 hari lalu

Seorang wanita Afghanistan menerima uang dari seorang pekerja UNHCR di pusat distribusi di pinggiran Kabul, Afghanistan, Kamis, 28 Oktober 2021. Menurut juru bicara UNHCR, Babar Baloch, sekitar 9 juta warga Afghanistan hanya selangkah lagi dari kelaparan. REUTERS/Zohra Bensemra
PBB Kekurangan Dana, Jatah Makan Jutaan Warga Afghanistan Dipangkas

Warga Afghanistan harus menghadapi kelaparan yang makin parah karena dana PBB untuk memberi jatah makan mereka tidak mencukupi.


Netflix Hadirkan Sineas Perempuan Inspiratif dari Berbagai Negara dalam Reflections of Me

9 hari lalu

(kiri ke kanan) Amy Kunrojpanya, Marla Ancheta, Eirene Tran Donohue, Kamila Andini, Manatsanun 'Donut' Phanlerdwongsakul, Anupama Chopra, Marissa Anita, dan Sakdiyah Ma'ruf dalam acara Netflix yang bertajuk Reflections of Me, Kamis, 16 Maret 2023. TEMPO/Marvela
Netflix Hadirkan Sineas Perempuan Inspiratif dari Berbagai Negara dalam Reflections of Me

Kreator dari berbagai film dan serial Netflix Asia Tenggara berbagi kisah menarik soal pengaruh positif keterlibatan perempuan dalam industri kreatif.