TEMPO.CO, Jakarta - Rusia merekrut tentara pasukan khusus Afghanistan yang bertempur bersama pasukan Amerika Serikat untuk berperang di Ukraina. Tentara tersebut melarikan diri ke Iran setelah Taliban berkuasa dan Amerika menarik pasukannya dari Afghanistan.
Baca: Vladimir Putin Klarifikasi Alasan Keluar dari Kesepakatan Pengiriman Gandum lewat Laut Hitam
Seperti dilansir Al Jazeera, Selasa, 1 November 2022, tiga mantan jenderal Afghanistan mengatakan Rusia ingin menarik ribuan mantan pasukan elite Afghanistan ke dalam legiun asing dengan menawarkan gaji tetap US$ 1.500 atau sekitar Rp 23,4 juta per bulan.
Rusia juga menjanjikan tempat yang aman bagi mereka dan keluarga sehingga dapat menghindari deportasi. Para tentara menghadapi risiko eksekusi oleh Taliban bila mereka kembali ke Afghanistan.
“Mereka tidak ingin pergi berperang, tetapi mereka tidak punya pilihan,” kata salah seorang jenderal, Abdul Raof Arghandiwal. Ia menambahkan selusin atau lebih pasukan komando di Iran yang berkomunikasi lewat pesan dengannya merasa sangat takut dideportasi.
“Mereka bertanya kepada saya, 'Beri saya solusi? Apa yang harus kami lakukan? Jika kami kembali ke Afghanistan, Taliban akan membunuh kami.’”
Arghandiwal mengatakan perekrutan dipimpin oleh pasukan bayaran Rusia, Wagner Group.
Jenderal lain, Hibatullah Alizai, panglima militer Afghanistan terakhir sebelum Taliban mengambil alih, mengatakan upaya itu juga dibantu oleh mantan komandan pasukan khusus Afghanistan yang tinggal di Rusia.
Perekrutan oleh Rusia itu menyusul peringatan berbulan-bulan dari tentara Amerika yang bertempur dengan pasukan khusus Afghanistan bahwa Taliban berniat membunuh mereka. Amerika juga memperingatkan para tentara tersebut mungkin bergabung dengan musuh Amerika untuk bertahan hidup atau karena marah kepada bekas sekutu mereka.
Sebuah laporan kongres Partai Republik pada Agustus lalu secara khusus memperingatkan bahaya bila pasukan komando Afghanistan, yang dilatih oleh US Navy SEAL dan Tentara Baret Hijau, dapat memberikan informasi tentang taktik Amerika kepada kelompok Islamic State (ISIS), Iran, Rusia, atau berperang untuk mereka.
Perekrutan itu dilakukan ketika pasukan Rusia terdesak oleh kemajuan pasukan Ukraina. Di saat yang sama Presiden Rusia Vladimir Putin mengejar upaya mobilisasi, yang telah mendorong ratusan ribu pria kabur ke negara lain untuk melarikan diri dari dinas.
Kementerian Pertahanan Rusia tidak menanggapi permintaan komentar.
Seorang juru bicara Yevgeny Prigozhin, yang baru-baru ini mengakui sebagai pendiri Grup Wagner, membantah berupaya merekrut mantan tentara Afghanistan. Ia menyebut tudingan itu sebagai omong kosong.
Departemen Pertahanan Amerika juga tidak menjawab permintaan komentar, tetapi seorang pejabat senior mengatakan perekrutan itu tidak mengejutkan mengingat Wagner telah mencoba mendaftarkan tentara di beberapa negara lain.
Human Rights Watch menyatakan lebih dari 100 mantan tentara Afghanistan, petugas intelijen, dan polisi tewas atau menghilang secara paksa hanya tiga bulan setelah Taliban mengambil alih kekuasaan meskipun ada janji amnesti.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam sebuah laporan pada pertengahan Oktober lalu, mendokumentasikan 160 pembunuhan di luar proses hukum dan 178 penangkapan terhadap mantan pejabat pemerintah dan militer Afghanistan.
Baca: Keponakan Anggota Kongres AS Tewas dalam Tragedi Halloween Itaewon
AL JAZEERA | BERBAGAI SUMBER