TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadapi persaingan ketat pada Selasa 1 November 2022, saat ia berusaha untuk kembali berkuasa dalam pemilihan yang dapat menghidupkan dukungan dari partai sayap kanan.
Baca juga: Israel dan Lebanon Capai Kesepakatan Perbatasan Maritim
Dengan pemilihan kelimanya dalam waktu kurang dari empat tahun, kekesalan pemilih Israel dapat merugikan jumlah pemilih. Namun, gelombang dukungan untuk blok ultranasionalis Zionisme Agama dan pemimpin Itamar Ben-Gvir membuat khawatir banyak pihak.
Perdana menteri terlama Israel, Netanyahu, diadili atas tuduhan korupsi, yang dibantahnya. Kendati demikian, partai sayap kanannya, Likud, masih diperkirakan akan menjadi yang terbesar di parlemen. Namun, kans Netanyahu untuk menang dibayangi pertempuran hukumnya. Ia didakwa atas penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan pada 2019.
Jajak pendapat akhir yang diterbitkan pekan lalu menunjukkan dia masih kekurangan 61 kursi yang dibutuhkan untuk menguasai mayoritas 120 kursi di Knesset. Hal ini membuka prospek perselisihan koalisi selama berminggu-minggu dan kemungkinan pemilihan baru.
Ketika masalah hukum Netanyahu terus berlanjut, Ben-Gvir dan sesama pemimpin sayap kanan Bezalel Smotrich, telah menggerogoti basis pendukung tradisional Likud dan Zionisme Agama yang dulu marjinal. Kini kelompok itu ditetapkan menjadi partai terbesar ketiga di parlemen.
Ben-Gvir - mantan anggota Kach, sebuah kelompok di daftar pantauan teroris Israel dan AS - telah memoderasi beberapa posisi sebelumnya. Namun, prospeknya bergabung dengan pemerintah koalisi yang dipimpin oleh Netanyahu membuat khawatir Washington.
Keamanan dan lonjakan harga telah menduduki puncak daftar kekhawatiran pemilih Israel dalam kampanye yang dipicu oleh keputusan Perdana Menteri Yair Lapid yang berhaluan tengah. Ia sengaja menggelar pemilihan awal menyusul pembelotan dari koalisi yang berkuasa.
Kampanye ini juga dilakukan dengan latar belakang kekerasan selama berbulan-bulan di wilayah pendudukan Tepi Barat. Lapid telah mengkampanyekan kemajuan diplomatik serta catatan ekonomi dari koalisi yang tidak mungkin terbentuk setelah pemilihan terakhir Israel yang menggabungkan sayap kanan, sentris dan, untuk pertama kalinya, sebuah partai Arab.
Baca juga: Parlemen Israel Bubar, Benjamin Netanyahu Bakal Berkuasa Lagi?
ARAB NEWS