TEMPO.CO, Jakarta -Sejak Taliban kembali berkuasa pada tahun lalu, para perempuan Afghanistan mengalami kesulitan jika ingin mengajukan gugatan cerai kepada suami mereka. Bahkan bagi beberapa orang, nyawa menjadi taruhannya.
Setelah bertahun-tahun mengalami pelecehan di tangan suaminya, Bano yang berusia 32 tahun mengumpulkan keberanian tahun lalu untuk mengajukan gugatan cerai di timur laut Afghanistan.
“Selama empat tahun, dia memukuli saya setiap hari dan memperkosa saya setiap malam,” katanya kepada Al Jazeera, meminta namanya diubah karena dia bersembunyi dari pelakunya. “Jika saya melawan, dia akan memukul saya lebih banyak.”
Baca juga: Hindari Dirajam Taliban, Perempuan Afghanistan Ini Pilih Gantung Diri
“Dia akan mempermalukan dan menghina saya karena saya tidak bisa hamil,” katanya. “Ketika dokter memberi tahu kami bahwa dialah yang membutuhkan perawatan kesuburan, dia pulang dan menendang saya di antara kedua kaki, menyalahkan saya karena mandul.”
Pemerintah sebelumnya runtuh pada Agustus 2021 dan Taliban kembali berkuasa.
“Para hakim telah pergi, para pengacara telah pergi, dan dengan bantuan Taliban, suami saya memaksa saya untuk kembali ke rumahnya, mengancam akan membunuh keluarga saya jika saya tidak melakukannya,” katanya.
Setelah pemerintahan sebelumnya runtuh, Taliban mengambil alih dan merombak sistem peradilan, menunjuk hakim mereka sendiri, dan menerapkan hukum Islam versi mereka sendiri.
“Tidak ada lagi pengacara wanita dan hakim wanita yang diizinkan bekerja,” kata Marzia, seorang hakim wanita sebelum pengambilalihan Taliban. Dia juga sedang bersembunyi.