TEMPO.CO, Jakarta - Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borrell menilai sanksi yang diberlakukan negara-negara Barat ke Rusia bakal merugikan Moskow. Sanksi dan dampaknya dipastikan bakal dialami Rusia karena menginvasi Ukraina.
"Ya, sanksi itu merugikan ekonomi Rusia. Mereka (Barat) menyakiti ekonomi Rusia lebih dari yang dibayangkan," kata Borrell saat ditemui usai pertemuan para menteri luar negeri negara anggota G20 di Nusa Dua, Bali, 8 Juli 2022 (FMM G20 Bali).
Borrell mengklaim, produksi mobil Rusia hampir terhenti. Lebih dari dua pertiga armada pesawat sipil Rusia juga mengalami banyak kesulitan untuk terbang karena mereka tidak memiliki suku cadang atau produk internal.
Akan tetapi, Borrell mengakui sanksi memang (belum) menghentikan perang. Kendati begitu, sanski telah menempatkan banyak kesulitan bagi Presiden Rusia Vladimir Putin, di antaranya untuk membiayai mesin perang dan harus membuat ekonomi Rusia terus bekerja. Sanksi disebut Borrell telah membuat pembangunan ekonomi Rusia mundur 20 tahun.
Tentara dari Republik Chechnya terlihat di tengah pertempuran konflik Ukraina-Rusia di kota Mariupol, Ukraina, 15 April 2022. Tidak hanya di Ukraina, pasukan ini juga membantu Rusia dalam perang di Suriah dan Georgia. REUTERS/Chingis Kondarov
Paska-Rusia menginvasi Ukraina, negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada, menjatuhkan sanksi ke Moskow sebagai bentuk kecaman. Salah satu paket sanksinya adalah menyingkirkan Rusia dari sistem perbankan dunia dan mengurangi pembelian minyak ke Rusia.
Uni Eropa pada akhirnya ikut memberlakukan kebijakan sama (menjatuhkan sanksi). Terbaru pada awal Juni 2022, Uni Eropa sepakat mengembargo minyak Rusia.
Mayoritas negara anggota Uni Eropa setuju perlahan menghentikan impor minyak Rusia walau awalnya mendapat protes dari negara seperti Hungaria. Eropa merupakan konsumen energi terbesar Rusia.
Sebelumnya pada Jumat, 8 Juli 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan Barat kalau sanksi lanjutan terhadap Rusia atas perang Ukraina, malah berisiko memicu bencana kenaikan harga energi bagi konsumen di seluruh dunia.
"Pembatasan sanksi terhadap Rusia menyebabkan lebih banyak kerusakan pada negara-negara yang memberlakukannya," kata Putin kepada para pemimpin industri minyak dan gas Rusia, termasuk Kepala Eksekutif Rosneft Igor Sechin dan Wakil Perdana Menteri Alexander Novak.
Menurut Putin, sanksi lanjutan pada Rusia hanya menyebabkan konsekuensi yang lebih parah - tanpa berlebihan, bahkan bencana di pasar energi global. Putin menilai gempuran sanksi ekonomi Barat, gagal. Tetapi mengakui kerusakan telah terjadi pada ekonomi senilai US$ 1,8 triliun atau Rp 27 kuadriliun.
Putin meyakinkan situasi di sektor bahan bakar dan energi Rusia tetap stabil, mengutip peningkatan produksi kondensat minyak dan gas menjadi 10,7 barel per hari pada Juni. Namun perusahaan energi Rusia harus bersiap menghadapi embargo minyak Uni Eropa yang akan berlaku sekitar akhir tahun.
"Pemerintah saat ini sedang mempertimbangkan opsi untuk mengembangkan infrastruktur kereta api dan pipa untuk memasok minyak dan produk minyak Rusia ke negara-negara sahabat," kata Putin.
Sementara itu menjawab pertanyaan wartawan soal paket sanksi berikutnya, Borrell meyakinkan pasti bakal ada langkah selanjutnya. Hanya saja, wacana tersebut masih dalam pembahasan. "Pada saat ini kami baru menerapkan yang terakhir (sanksi) dan masih mendiskusikan tentang yang baru (sanksi), tetapi belum ada konkretnya di atas meja," katanya.
Baca juga: Resmi Jadi Kandidat Anggota Uni Eropa, Begini Tanggapan Volodymyr Zelensky
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini