TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan Barat bahwa sanksi lanjutan terhadap Rusia terhadap perang Ukraina berisiko memicu kenaikan harga minyak dunia. Menurut dia, seruan Barat untuk mengurangi ketergantungan pada energi Rusia telah membuat pasar global bergejolak akibat melonjaknya harga minyak dan gas.
Uni Eropa sebelumnya mengatakan ingin melepaskan ketergantungan impor gas dari Rusia. Pemimpin kelompok G-7 juga menegaskan bulan lalu bahwa mereka ingin mengeksplorasi batas harga pada bahan bakar fosil Rusia, termasuk minyak.
"Pembatasan sanksi terhadap Rusia menyebabkan lebih banyak kerusakan pada negara-negara yang memberlakukannya," kata Putin kepada para pemimpin industri minyak dan gas Rusia, termasuk Kepala Eksekutif Rosneft Igor Sechin dan Wakil Perdana Menteri Alexander Novak, pada Jumat, 8 Juli 2022.
"Penerapan sanksi lebih lanjut dapat menyebabkan konsekuensi yang lebih parah, bahkan bencana di pasar energi global," ujar Putin.
Rusia hingga kini masih mengendalikan pasikan energi termasuk ke Eropa. Rusia merupakan pengekspor minyak terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi, pengekspor gas alam terbesar dan pengekspor gandum terbesar di dunia. Eropa mengimpor sekitar 40 persen gas dan 30 persen minyak dari Rusia.
Dengan kenaikan harga gas, dunia bersiap pasokan bakal dari Rusia terganggu. Pipa Nord Stream 1 di bawah Baltik, rute pasokan vital ke Jerman, akan menjalani pemeliharaan mulai 11 Juli hingga 21 Juli.
Gazprom (GAZP.MM) memangkas kapasitas pipanya menjadi hanya 40 persen dengan alasan keterlambatan pengembalian peralatan oleh Siemens Energy Jerman (SIEGn.DE) di Kanada karena sanksi ekonomi. Konsorsium Pipa Kaspia (CPC), yang mengalirkan sekitar 1 persen pasokan minyak global, diperintahkan menangguhkan operasi oleh pengadilan Rusia pada Selasa. Aliran minyak masih berjalan meski tak jelas berapa lama.
"Eropa sedang mencoba menggantikan sumber energi Rusia," kata Putin. "Namun kami berharap tindakan tersebut karena kenaikan harga gas di pasar spot dan peningkatan biaya sumber daya energi untuk konsumen akhir."
Dalam beberapa bulan terakhir, Rusia telah memutus aliran gas ke Bulgaria, Polandia, Finlandia, termasuk pula ke pemasok Denmark Orsted (ORSTED.CO), perusahaan Belanda Gasterra dan Jerman melalui Shell. Pemutusan dilakukan setelah semua menolak membayar minyak dan gas dalam rubel.
Putin mengatakan bahwa "blitzkrieg" ekonomi Barat telah gagal. Namun ia mengakui Rusia menderita kerugian akibat sanksi ekonomi sebesar US$ 1,8 triliun.
"Kami harus merasa percaya diri, tetapi Anda harus melihat risikonya masih ada," kata Putin.
Putin mengatakan situasi di sektor bahan bakar dan energi Rusia tetap stabil. Ia mengacu pada naiknya produksi kondensat minyak dan gas menjadi 10,7 barel per hari pada Juni.
Namun dia mengatakan perusahaan energi Rusia harus bersiap menghadapi embargo minyak Uni Eropa yang mulai berlaku sekitar akhir tahun. "Pemerintah saat ini sedang mempertimbangkan opsi untuk mengembangkan infrastruktur kereta api dan pipa untuk memasok minyak dan produk minyak Rusia ke negara-negara sahabat," kata Putin.
Baca: Rusia Jatuhkan Hukuman Penjara Pertama untuk Penentang Perang Ukraina
REUTERS