TEMPO.CO, Jakarta - Hanya empat hari sebelum pasukan Moskow menyerang Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron bertengkar hebat melalui telepon. Seperti dilansir The New York Post, hal ini terungkap dalam rekaman telepon yang bocor antara kedua pemimpin negara tersebut.
Rincian percakapan rahasia antara kedua pemimpin dunia pada 20 Februari itu terungkap dalam sebuah film dokumenter baru tentang penanganan Macron atas konflik yang sedang berlangsung. Film berjudul “A President, Europe and War,” ditayangkan perdana pekan lalu di saluran televisi France 2.
Ketika Rusia dalam proses mengumpulkan pasukannya untuk invasi pada 24 Februari, Macron menelepon Putin untuk membahas “tindakan yang berguna” agar dapat meredakan eskalasi ketegangan di wilayah Ukraina-Rusia.
Namun, Putin dengan cepat mengalihkan pembicaraan tentang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Ia menuduh presiden Ukraina itu “berbohong” kepada Macron tentang niatnya untuk mengimplementasikan Kesepakatan Minsk, yang berusaha untuk mengakhiri perang di wilayah Donbas.
Putin kemudian mempermasalahkan penolakan Zelensky untuk bernegosiasi dengan separatis Ukraina pro-Kremlin. Hal ini membuat marah presiden Prancis yang kemudian berteriak kepada Putin,"Saya tidak tahu di mana pengacara Anda belajar hukum!"
Macron kemudian menambahkan, "Saya tidak tahu pengacara apa yang dapat memberi tahu Anda bahwa di negara berdaulat, teks undang-undang diusulkan oleh kelompok separatis dan bukan oleh otoritas yang dipilih secara demokratis."
Putin kemudian membalas, dengan mengatakan bahwa pemerintah Zelensky tidak dipilih secara demokratis. “Mereka berkuasa dalam kudeta berdarah, dengan pembunuhan dan pembakaran dan orang-orang dibakar hidup-hidup,” kata Putin kepada Macron.
Zelensky, mantan komedian dan aktor, terpilih dengan kemenangan telak pada 2019 dengan menarik lebih dari 73 persen suara. Ketika pertengkaran verbal menjadi lebih panas, Macron mengatakan kepada Putin bahwa dia tidak “mempedulikan proposal separatis” karena mereka berada di luar hukum.
Setelah beberapa pertengkaran lagi, pemimpin Prancis mencoba mengembalikan pembicaraan ke jalur diplomatik dan mengusulkan pertemuan di antara semua pihak dalam konflik. Dia juga berjanji kepada Putin untuk menelepon Zelensky untuk "menenangkan semua orang.” Namun, dia mendesak pemimpin Rusia itu untuk menurunkan suhu di perbatasan Ukraina.
"Ada banyak penembakan kemarin," kata Macron. “Jika kita ingin memberi kesempatan dialog, kita harus menenangkan keadaan di kawasan itu.”
Putin mengatakan pasukannya akan menyelesaikan latihan militer mereka malam itu, tetapi memperingatkan bahwa Rusia “pasti akan meninggalkan kehadiran militer di perbatasan sampai situasi di Donbas tenang.”
Macron mendesak Putin untuk “tidak menyerah pada provokasi dalam bentuk apa pun,” dan mendesaknya untuk menyetujui tatap muka dengan Presiden Biden di Jenewa dalam beberapa hari mendatang. Tetapi Putin menghindari menyebutkan tanggal tertentu, dan kemudian menutup pembicaraan.
Putin kemudian dengan santai mengakhiri telepon dengan memberi tahu Macron, “Sejujurnya, saya ingin bermain hoki es karena di sini saya berbicara dengan Anda dari gym sebelum memulai latihan fisik.”
Terlepas dari jaminannya kepada Macron bahwa ia setuju “pada prinsipnya” untuk bertemu dengan Biden guna menemukan solusi diplomatik terhadap krisis yang sedang terjadi, keesokan harinya Putin mengakui Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk yang memisahkan diri dari Ukraina.
Dan tiga hari setelah itu, pasukan Rusia melakukan invasi skala penuh ke Ukraina, menghujani tembakan artileri ke kota-kota besar dan kecil, termasuk Kyiv.
Baca juga: Rekaman Telepon Putin - Macron Sebelum Perang Ukraina Bocor, Rusia Murka
SUMBER: THE NEW YORK POST