TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah wanita di Finlandia berlatih perang beberapa hari setelah Rusia melakukan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Salah satunya adalah Sissi Moberg, perempuan pengusaha ibu dari empat anak.
Dia rajin berselancar di internet untuk mengikuti kursus yang dapat mengajarkannya keterampilan membantu mempertahankan Finlandia jika terjadi serangan militer. "Saya merasa sangat sedih untuk Ukraina. Dan kemudian saya mulai khawatir tentang Finlandia dan berpikir apa yang bisa saya lakukan tentang ini," kata perempuan berusia 46 tahun itu.
Dalam beberapa minggu, Moberg mengikuti kursus yang mengajarkannnya cara menggunakan menggunakan senjata dan bergerak di medan perang.
Perang di Ukraina telah menyebabkan alarm besar di Finlandia. Negara itu berbagi perbatasan 1.300 km dengan Rusia. Selama Perang Dunia II, Finlandia dua kali melawan Uni Soviet yang menelan biaya sepersepuluh dari wilayahnya. Sekitar 100.000 orang Finlandia terbunuh.
Didorong oleh invasi, Finlandia memutuskan kebijakan pertahanan dan keamanan dalam negeri selama beberapa dekade bulan lalu ketika mengajukan keanggotaan dalam aliansi militer NATO. Asosiasi Kesiapsiagaan Darurat Nasional Wanita Finlandia mengatakan permintaan untuk kursus mereka melonjak sejak Februari.
"Tepat setelah perang pecah, telepon kami mulai berdering dan email masuk. Tentu saja permintaan untuk pelatihan meningkat," kata Suvi Aksela, kepala komunikasi asosiasi tersebut.
Wanita di Finlandia tak diwajibkan mengikuti wajib militer di masa perang, berbeda dengan pria. Sekitar 19 persen dari 13.000 personel militer profesional Finlandia adalah perempuan, menurut data dari militer. Hanya 1-2 persen dari wajib militer adalah perempuan.
Pekan lalu, Moberg dan lebih dari 300 wanita lainnya belajar cara mendirikan kemah, menyalakan api di tengah hujan, menavigasi di hutan, dan melakukan pertolongan pertama. Latihan dilakukan selama tiga hari.
Sebanyak 500 wanita lainnya berada dalam daftar tunggu, menurut Asosiasi Kesiapsiagaan Wanita. Ini adalah sebuah kelompok sukarelawan yang mengadakan sesi pelatihan tahunan untuk wanita sipil tentang keterampilan yang dibutuhkan dalam situasi krisis. Lembaga ini menerima sejumlah dana publik dan dapat menggunakan fasilitas dan peralatan militer untuk pelatihan.
Moberg bukan satu-satunya wanita yang ingin membela Finlandia. Menurut jajak pendapat yang diterbitkan oleh kementerian pertahanan bulan lalu, 85 persen orang Finlandia melihat Rusia memiliki efek negatif terhadap keamanan Finlandia. Angka ini naik dibandingkan 2007 sebanyak 34 persen.
Jajak pendapat yang sama menunjukkan bahwa 83 persen orang Finlandia berpikir mereka harus mengangkat senjata jika terjadi serangan militer. "Ini adalah negara yang baik untuk ditinggali dan membesarkan anak-anak. Ini pasti layak dipertahankan," katanya.
Baca: Tayyip Erdogan Telepon Kepala Negara Swedia dan Finlandia
REUTERS