TEMPO.CO, Jakarta -Pengunjuk rasa di Sri Lanka menyerukan pemerintah baru untuk mengambil alih negara. Massa tidak gentar walau Kementerian Pertahanan Sri Lanka memerintahkan pasukan untuk menembak setiap orang yang merusak properti publik dan mengancam nyawa.
Lahiru Fernando, warga Sri Lanka berusia 36 tahun yang berkemah di lokasi protes anti-pemerintah selama berminggu-minggu, mengklaim seluruh rakyat mendukung adanya pergantian rezim.
"Sekarang seluruh negara mendukung kami. Mereka menendang generasi yang salah," katanya, dikutip dari Reuters, Rabu, 11 Mei 2022.
Grup perdagangan utama juga menyuarakan adanya pergantian di jajaran elite.
Forum Asosiasi Pakaian Gabungan, yang mewakili industri penting ekonomi Sri Lanka, menyerukan stabilitas politik di Sri Lanka. "Sangat penting bahwa pemerintah baru segera ditunjuk untuk mengisi kekosongan politik saat ini," kata forum itu dalam sebuah pernyataan.
Kesabaran publik Sri Lanka habis pada Senin, 9 Mei 2022, setelah pendukung partai yang berkuasa menyerang sebuah kamp protes anti-pemerintah di ibukota komersial Kolombo. Upaya itu memicu bentrokan yang mengakibatkan delapan orang tewas dan lebih dari 200 terluka.
Beberapa jam setelah kekerasan meletus, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri, dengan harapan dapat membentuk pemerintah persatuan. Polisi kemudian memberlakukan jam malam secara nasional hingga pukul 7 pagi pada Rabu. Kabinet negara itu juga mengundurkan diri.
Para pengunjuk rasa terus-menerus menentang jam malam untuk menyerang tokoh-tokoh pemerintah, membakar rumah, toko, dan bisnis milik anggota parlemen partai yang berkuasa dan politisi provinsi.
Presiden Gotabaya Rajapaksa, adik laki-laki mantan perdana menteri, mendesak diakhirinya kekerasan. Namun, secara praktik, pemerintahnya malah memberlakukan kekuasaan luas bagi militer dan polisi untuk menahan dan menginterogasi orang-orang tanpa surat perintah penangkapan.
"Semua upaya akan dilakukan untuk memulihkan stabilitas politik melalui konsensus, dalam mandat konstitusional & untuk menyelesaikan krisis ekonomi," kata presiden lewat unggahan media sosial Twitter.
Sejumlah ahli mengatakan, jika presiden memutuskan untuk mundur dalam menghadapi tekanan yang meningkat, konstitusi dapat menguraikan ketentuan bagi parlemen untuk memilih pemimpin baru.
“Jadi, tidak akan terjadi kekosongan kekuasaan. Ada juga ketentuan bagi anggota parlemen untuk menunjuk pemerintahan sementara,” kata Bhavani Fonseka, peneliti senior di lembaga think tank Center for Policy Alternatives.
Sri Lanka telah mengalami krisis ekonomi terburuk dalam sejarah. Kekurangan devisa di Sri Lanka menghambat impor penting, termasuk obat-obatan dan bahan bakar.
Selama berbulan-bulan, sebagian besar ekonomi Sri Lanka didukung oleh India. New Delhi telah memberikan bantuan lebih dari US$ 3,5 miliar kepada Sri Lanka karena ada perbincangan yang mandek dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk paket penyelamatan. Sri Lanka juga mencari bantuan dari Cina.
Kepala misi IMF Sri Lanka Masahiro Nozaki mengatakan, pembicaraan teknis virtual dengan pejabat Sri Lanka mengenai paket pinjaman yang dimulai pada hari Senin akan berlanjut "sehingga sepenuhnya siap untuk diskusi kebijakan begitu pemerintah baru telah dibentuk."
Nozaki mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia prihatin dengan meningkatnya kekerasan di negara pulau itu tetapi tetap "berkomitmen untuk membantu Sri Lanka sejalan dengan kebijakan IMF."
Baca juga: Krisis Sri Lanka, Militer Perintahkan Tembak di Tempat untuk Padamkan Kerusuhan
Sumber: Reuters