TEMPO.CO, Jakarta -Menjelang pemilihan umum Filipina pada 9 Mei 2022, putra eks Presiden Ferdinand Marcos, Bongbong Marcos, tetap unggul dibandingkan kandidat lainnya. Hal ini berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh kelompok pemantau independen OCTA Research pada akhir April.
Seperti dikutip GMA News, Kamis, 5 Mei 2022, hasil Survei Tugon ng Masa yang dilakukan pada 22-25 April menunjukkan Bongbong mencatat 58 persen preferensi suara dari 2.400 ukuran sampel dengan margin kesalahan lebih kurang 2 persen. Hasil terbaru menunjukkan sedikit peningkatan dari 57 persen preferensi suara Bongbong yang tercatat dalam survei 2-6 April dari organisasi yang sama.
Bongbong populer di di Wilayah Visayas dengan 62 persen, diikuti oleh Balanced Luzon 59 persen, Mindanao 56 persen, dan Wilayah Ibu Kota Nasional 46 persen. Sejumlah faktor membuat Marcos unggul dan favorit dalam pilpres Filipina, terlepas masa lalu kekuasaan keluarga yang kelam.
Bongbong sempat ikut mengasingkan diri ke Hawai setelah rezim Marcos senior ditumbangkan pada 1986. Ia kembali ke Filipina pada 1990 dan memulai karir politiknya.
Dia terpilih sebagai gubernur dan anggota kongres Ilocos Norte, bailiwick ayahnya, dan pada 2010 jadi seorang senator. Dia juga sempat jadi kandidat dalam pemilihan wakil presiden 2016, tetapi kalah.
Keluarga Marcos juga telah berusaha untuk membangun kembali citranya dan menyangkal tuduhan bahwa mereka menjarah sejumlah besar kekayaan saat berkuasa, yang pada tahun 1987 diperkirakan sebesar US$ 10 miliar. Sebagai salah satu dinasti paling terkenal di Filipina, mereka telah mempertahankan koneksi yang luas dan kuat, dan dukungan yang teguh di benteng Ilocos Norte-nya.
Kolumnis Politik Richad Heydarian, menulis di Aljazeera pada akhir 2021, bahwa pemulihan kebabasan politik dasar konstitusi Filipina 1987 pasca jatuhnya kediktatoran Marcos dinilai jadi salah satu penyebabnya. Kepentingan dinasti politik masih dilindungi, serta monopoli besar dengan sengaja dilakukan untuk menghindari reformasi radikal.
Akibatnya Filipina masih dikendalikan oleh oligarki. Lebih dari 70 persen posisi terpilih di negara itu dikendalikan oleh dinasti politik. Di Kongres Filipina, proporsinya telah mencapai lebih dari 80 persen dalam beberapa tahun terakhir.
Di tengah pertumbuhan ekonomi yang pesat di awal 2010-an, Bank Dunia melaporkan bahwa 40 keluarga bisnis terkaya, yang cenderung juga menguasai partai politik dan media besar, menelan tiga perempat kemakmuran yang baru diciptakan.
Keluarga Marcos, meskipun dihukum karena berbagai tuduhan kriminal, tidak pernah menjalani hukuman apa pun. Misalnya pada tahun 2018, Mahkamah Agung Filipina menghukum mantan Ibu Negara Imelda Marcos karena korupsi, namun dia masih berkeliaran.
Bongbong juga dihukum karena melanggar kode pajak, namun dia diizinkan mencalonkan diri dan menduduki banyak perusahaan selama beberapa dekade.
Heydarian dalam tulisan yang sama menyebut, mayoritas orang Filipina berulang kali mengatakan dalam survei, jika mereka akan mendukung “pemimpin yang kuat”, yang tidak perlu repot dengan pemilihan atau pengawasan legislatif. Dalam survei Pew Research Center 2020, hampir setengah (47 persen) responden Filipina mengatakan sebagian besar pejabat terpilih tidak peduli dengan kepentingan dan pemikiran pemilih biasa.
Survei Pew sebelumnya pada tahun 2017 menunjukkan, hanya sekitar 15 persen orang Filipina berkomitmen penuh pada sistem demokrasi, sementara lebih dari 80 persen menyatakan keterbukaan kepada pemimpin yang berpotensi otoriter.
Anggota baru dari kelas menengah Filipina yang sedang berkembang, yang secara teratur mengunjungi negara-negara tetangga seperti Singapura, cenderung menjadi salah satu pendukung paling antusias dari kepemimpinan otoriter di Filipina.
Sementara itu, seperti dilansir Reuters, faktor strategis dalam pemilu seperti berpasangan dengan cawapres Sara Duterte-Carpio, putri petahana Rodrigo Duterte, juga memberikan Marcos keuntungan. Dukungan kuatnya di selatan bisa menjadi pengubah permainan. Keluarga Marcos secara historis tidak memiliki dukungan di Selatan.
Menurut analis politik, keuntungan lain Ferdinand Marcos Jr. dalam pemilu ini adalah kehadirannya di media sosial yang kuat. Kampanye Marcos kerap menyasar kaum muda yang lahir setelah pemerintahan ayahnya.
REUTERS | ALJAZEERA | GMA NEWS