TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobyova, menuding krisis Ukraina terjadi akibat Barat tidak acuh sama sekali dengan masalah keamanan Rusia dengan menggunakan negara tetangganya itu sebagai instrumen politik dan militer melawan Moskow.
"Garis merahnya adalah, jika
Ukraina menjadi bagian dari NATO. Kenapa? Ukraina memiliki perbatasan sepanjang dua ribu kilometer dengan Rusia. Jika rudal-rudal NATO di perbatasan kami, 3 menit bisa sampai Moskow," kata Vorobyova saat wawancara khusus dengan
Tempo pada Kamis, 3 Maret 2022.
Ia mengatakan, Rusia sendiri masih menganggap Ukraina sebagai saudara. Dalam konflik kali ini, sama dengan sebelum-sebelumnya, Rusia tidak bermaksud mengincar warga sipil Ukraina.
Rusia, kata Vorobyova, bahkan hanya berniat mempertahankan warganya yang mendapat perlakuan diskriminatif Kyiv. Yang di maksud oleh warga di sini adalah penduduk Luhansk dan Donetsk, dua wilayah di Donbas, timur Ukraina, yang mayoritas keturunan Rusia.
Vorobyova mengatakan, beberapa waktu lalu Rusia juga masih mencoba meyakinkan Barat, untuk membantu mencegah adanya perang. Tetapi, saat tidak ada respons atas kekhawatiran ini, Presiden Vladimir Putin mendeklarasikan demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina pada Kamis, 24 Februari 2022.
"Kami mencoba meyakinkan selama delapan tahun ini, Ukraina sekarang Anda tahu, kami sudah terlalu lama bersikap sopan, terlalu sopan, dalam kurun waktu yang lama," katanya.
Rusia menjadi sorotan atas operasi militernya di Ukraina. Majelis Umum
PBB sudah mengeluarkan resolusi yang berisi kecaman dan meminta Rusia untuk sesegera mungkin meninggalkan Ukraina.
Aktivis kemanusiaan dan beragam pihak juga mengutuk serangan Rusia ke Ukraina. Sementara, eskalasi konflik yang masih berlangsung, menunjukkan belum ada solusi dari permasalahan Ukraina dan Rusia ini.