TEMPO.CO, Jakarta - Polisi anti huru hara bersenjata di China selatan mengarak empat orang yang diduga melanggar aturan Covid. Mereka diarak di jalan-jalan, menurut media pemerintah pada Rabu, 29 Desember 2021. Tindakan ini memicu kritik terhadap pendekatan pemerintah yang disebut terlalu keras.
Empat tersangka itu menggunakan topeng dengan pakaian hazmat. Mereka membawa plakat yang menampilkan foto dan nama mereka.
Menurut Guangxi News, media yang dikelola pemerintah, keempat tersangka itu diarak di depan kerumunan di kota Jingxi wilayah Guangxi. Foto-foto yang viral di media sosial menunjukkan setiap tersangka dijaga oleh dua petugas polisi.
Di sekeliling tersangka adalah polisi yang berdiri melingkar, lengkap dengan anti huru hara. Beberapa di antaranya memegang senjata.
Keempat tersangka dituduh mengangkut migran ilegal. Padahal perbatasan China sebagian besar tetap ditutup karena pandemi corona, menurut Guangxi News. Jingxi berada di dekat perbatasan China dengan Vietnam.
Mempermalukan publik adalah bagian dari tindakan disipliner yang diumumkan oleh pemerintah daerah pada Agustus. Hal ini untuk menghukum mereka yang melanggar aturan kesehatan.
Guangxi News mengatakan arak-arakan itu adalah mengingatkan ke publik dan mencegah kejahatan di perbatasan. Namun tindakan itu telah menyebabkan reaksi keras di media sosial.
Beijing News, media yang berafiliasi dengan Partai Komunis China, juga mengkritik arak-arakan itu. Meskipun Jingxi di bawah tekanan luar biasa untuk mencegah kasus virus corona, tindakan itu sangat melanggar supremasi hukum. "Hal itu tidak bisa dibiarkan terjadi lagi," kata Beijing News, Rabu, 29 Desember 2021.
Pada November, dua tahanan juga dipermalukan di muka umum. Seorang pejabat setempat membacakan kejahatan mereka di mikrofon.
Kedua penjahat itu berjalan dengan di jalan-jalan dengan pakaian hazmat. Mereka diapit oleh polisi dengan perlengkapan anti huru hara.
Baca: Anaknya Meninggal karena Corona, Warga Meksiko Ini Gugat China dan WHO
FRANCE 24