TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian besar masyarakat Kaledonia Baru, yang selama ini merupakan wilayah teritorial Prancis, menolak untuk merdeka, demikian hasil sementara referendum, Minggu, 12 Desember 2021. Namun pemungutan suara itu diboikot masyarakat penduduk asli Kanak.
Saluran TV lokal NC La 1ere melaporkan, dengan 86 persen suara dihitung, dukungan untuk "tidak" terhadap kemerdekaan mencapai 96 persen. Pemungutan suara Minggu, merupakan referendum ketiga dan terakhir tentang masalah ini, mengikuti dua jajak pendapat sebelumnya pada 2018 dan 2020 di mana suara "tidak" masing-masing mendapat 57% dan 53%.
Penduduk asli Kanak, yang sebagian besar mendukung kemerdekaan, telah menyerukan untuk tidak berpartisipasi dalam referendum karena mereka berada dalam masa berkabung selama 12 bulan menyusul lonjakan infeksi virus corona pada September 2021.
Kementerian Luar Negeri Prancis menolak berkomentar. Presiden Emmanuel Macron dijadwalkan memberikan pidato pada pemungutan suara pada 1200 GMT, kata kantornya.
"Tanda-tanda awal di Kaledonia Baru bahwa gerakan kemerdekaan menyerukan 'non-partisipasi' sedang diperhatikan," kata seorang jurnalis di Pasifik, Nic Maclellan, di Twitter.
"Meskipun ada antrian pemilih di balai kota Noumea di ibu kota, sejauh ini hanya sedikit pemilih yang memilih di daerah mayoritas Kanak di Kepulauan Loyalitas dan Provinsi Utara."
Lebih dari 41 persen pemilih yang memenuhi syarat telah memberikan suara mereka pada pukul 5 sore waktu setempat, kata kedutaan besar Prancis di Kaledonia Baru. Itu jauh di bawah angka pada saat yang sama selama pemungutan suara tahun 2020, ketika hampir 80% suara telah diberikan.
Analis khawatir suara "tidak" akan memicu kemarahan di antara mereka yang mendukung kemerdekaan, sehingga menciptakan ketidakstabilan.
Salah satu dari lima wilayah pulau yang membentang di Indo-Pasifik yang dikuasai oleh Prancis, Kaledonia Baru adalah inti dari rencana Macron untuk meningkatkan pengaruhnya di Pasifik.
Pemungutan suara Minggu adalah yang ketiga ditentukan oleh kesepakatan yang disepakati satu dekade setelah pembicaraan tentang masa depan pulau itu dimulai pada 1988, dan yang menyerukan serangkaian referendum kemerdekaan.
Pertempuran meletus pada 1980-an di wilayah yang kaya nikel, 1.200 km timur Australia dan 20.000 km dari Prancis, antara pendukung kemerdekaan dan mereka yang ingin tetap menjadi bagian Prancis.