TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu politisi terkemuka Sudan yang ditahan selama kudeta militer 25 Oktober telah dibebaskan sebulan setelah dia ditangkap militer, kata pria itu, Mohamed al-Faki, Senin, 29 November 2021.
Negara-negara Barat telah mengutuk kudeta bulan lalu dan menangguhkan bantuan ekonomi ke Sudan, yang telah berusaha untuk pulih dari krisis ekonomi yang mendalam.
Kudeta otomatis mengakhiri kemitraan transisi militer-sipil, memicu kerusuhan mematikan selama berminggu-minggu dan demonstrasi menentang militer. Militer Sudan pada 12 November akhirnya mengembalikan kekuasaan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan berjanji untuk membebaskan semua tahanan politik, dikutip dari Reuters, 30 November 2021.
Pengembalian Hamdok oleh tentara menghadapi tentangan dari kelompok pro-demokrasi yang menuntut pemerintahan sipil penuh sejak penggulingan otokrat Omar al Bashir dan telah marah dengan kematian puluhan pengunjuk rasa sejak kudeta 25 Oktober.
Faki adalah yang terbaru dari beberapa politisi terkemuka yang dibebaskan setelah perjanjian 12 November, yang menempatkan Hamdok sebagai kepala kabinet teknokrat yang belum dibentuk untuk masa transisi.
Faki telah menjadi bagian dari koalisi sipil yang berbagi kekuasaan dengan militer setelah penggulingan Bashir pada 2019. Dia duduk di Dewan Kedaulatan gabungan militer-sipil yang menjabat sebagai kepala negara negara itu, dan merupakan pemimpin komite yang bertugas menggantikan rezim Bashir.
Ketua panitia lainnya, Wagdi Salih, masih ditahan.
Setelah kudeta, anggota komite lainnya serta lusinan komite perlawanan dan aktivis serikat ditangkap. Sementara Hamdok telah menyatakan bahwa perjanjian itu juga berlaku untuk mereka, belum jelas berapa banyak yang telah dibebaskan.
Faki termasuk di antara beberapa politisi Sudan yang terlibat cekcok dengan militer Sudan pada minggu-minggu sebelum kudeta militer.
Baca juga: Abdalla Hamdok Kembali Pimpin Pemerintahan Transisi Sudan Usai Kudeta Militer
REUTERS