Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Apa Dampaknya bagi Ekonomi Global Jika COP26 Gagal Membatasi Pemanasan Global?

Reporter

image-gnews
Gelombang asap membubung di atas sebidang hutan Amazon yang gundul di Porto Velho, Negara Bagian Rondonia, Brasil, 24 Agustus 2019.  Kebakaran yang terjadi pada hutan Amazon telah mencapai rekor terparah pada tahun ini. REUTERS/Ueslei Marcelino
Gelombang asap membubung di atas sebidang hutan Amazon yang gundul di Porto Velho, Negara Bagian Rondonia, Brasil, 24 Agustus 2019. Kebakaran yang terjadi pada hutan Amazon telah mencapai rekor terparah pada tahun ini. REUTERS/Ueslei Marcelino
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Konferensi iklim COP26 yang berlangsung di Glasgow selama dua minggu pertama bulan November, mungkin merupakan kesempatan terakhir terbaik dunia untuk membatasi pemanasan global pada batas atas 1,5-2 derajat Celcius yang ditetapkan dalam Perjanjian Iklim Paris 2015.

Taruhannya untuk planet ini sangat besar, di antaranya dampak pada mata pencaharian ekonomi di seluruh dunia dan stabilitas masa depan sistem keuangan global.

Berikut adalah 10 pertanyaan terkait perubahan iklim yang coba dijawab oleh pembuat kebijakan ekonomi, dikutip dari Reuters, 5 November 2021

1. BERAPA KERUGIAN YANG TIMBUL AKIBAT PERUBAHAN IKLIM?

Dari banjir dan kebakaran hingga konflik dan migrasi: model ekonomi berjuang dengan banyak kemungkinan efek samping dari pemanasan global. Perkiraan IMF kasarnya adalah bahwa pemanasan yang tidak terkendali akan mengurangi 7% dari output dunia pada tahun 2100.

Estimasi dari kelompok bank sentral dunia Network for Greening the Financial System (NFGS) bahkan lebih tinggi, yakni pada 13%. Dalam jajak pendapat ekonom Reuters, angka rata-rata untuk kehilangan output dalam skenario itu adalah 18%.

2. DI MANA DAMPAKNYA AKAN TERASA PALING BESAR?

Negara berkembang adalah yang bakal terdampak paling parah. Sebagian besar orang miskin di dunia tinggal di daerah tropis atau dataran rendah yang sudah mengalami dampak perubahan iklim seperti kekeringan atau naiknya permukaan laut. Apalagi negara mereka jarang memiliki sumber daya untuk mengurangi kerusakan tersebut. Laporan NFGS memproyeksikan kerugian output keseluruhan di atas 15% untuk sebagian besar Asia dan Afrika, meningkat menjadi 20% di negara-negara Sahel.

3. APA DAMPAKNYA UNTUK MATA PENCAHARIAN INDIVIDU?

Perubahan iklim akan mendorong hingga 132 juta lebih banyak orang ke dalam kemiskinan ekstrem pada 2030, menurut kesimpulan sebuah makalah Bank Dunia tahun lalu. Faktornya termasuk hilangnya pendapatan pertanian; produktivitas tenaga kerja di luar ruangan yang lebih rendah; kenaikan harga pangan; peningkatan penyakit; dan kerugian ekonomi akibat cuaca ekstrim.

4. BERAPA BIAYA UNTUK MEMPERBAIKINYA?

Pendukung tindakan awal mengatakan semakin cepat memulai semakin baik. Model prakiraan makroekonomi NiGEM yang banyak digunakan, bahkan menunjukkan bahwa permulaan yang lebih awal akan menawarkan keuntungan bersih kecil untuk output berkat investasi besar yang dibutuhkan dalam infrastruktur hijau. Model yang sama memperingatkan hilangnya output hingga 3% dalam skenario transisi menit terakhir.

5. SIAPA YANG MERUGI DALAM DUNIA NOL KARBON?

Siapa pun dengan paparan bahan bakar fosil. Sebuah laporan oleh lembaga think tank Carbon Tracker pada bulan September memperkirakan bahwa lebih dari US$1 triliun (Rp14.000 triliun) investasi bisnis lazim yang didominasi oleh sektor minyak dan gas, tidak akan lagi layak di dunia yang benar-benar rendah karbon. Selain itu, IMF telah menyerukan diakhirinya semua subsidi bahan bakar fosil, yang dihitung sebesar US$5 triliun (Rp71.600 triliun) per tahun jika ditetapkan untuk memasukkan biaya yang terlalu rendah untuk pasokan, lingkungan, dan biaya kesehatan.

6. BERAPA BIAYA KARBON SEBENARNYA?

Skema pajak atau izin yang mencoba memberi harga pada kerusakan yang diakibatkan oleh emisi menciptakan insentif untuk go green. Namun sejauh ini hanya seperlima dari emisi karbon global yang tercakup oleh program semacam itu, dengan harga rata-rata karbon hanya US$3 (Rp43 ribu) per ton. Itu jauh di bawah US$75 (Rp1.074.000) per ton yang menurut IMF diperlukan untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius. Jajak pendapat ekonom Reuters merekomendasikan US$100 (Rp1,4 juta) per ton.

7. APAKAH ITU TIDAK MENYEBABKAN INFLASI?

Apa pun yang menjadi faktor dalam biaya polusi bahan bakar fosil cenderung menyebabkan kenaikan harga di beberapa sektor, misalnya penerbangan. Itu pada gilirannya dapat mengarah pada apa yang didefinisikan oleh bank sentral sebagai inflasi, kenaikan harga berbasis luas dan tahan lama di seluruh perekonomian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun sejarah menunjukkan hal ini belum tentu terjadi: pajak karbon yang diperkenalkan di Kanada dan Eropa mendorong harga secara keseluruhan lebih rendah karena mereka memotong pendapatan rumah tangga dan karenanya permintaan konsumen, menurut sebuah studi baru-baru ini. Meski benar juga bahwa tidak melakukan apa-apa dapat menyebabkan inflasi, di mana surat kabar European Central Bank tahun lalu memperingatkan kenaikan harga pangan dan komoditas akibat peristiwa cuaca ekstrem dan kekurangan lahan yang disebabkan oleh penggurunan dan naiknya permukaan laut.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Perhutanan Sosial Indonesia Jadi Contoh Mitigasi Iklim Berbasis Masyarakat

23 jam lalu

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto (kedua dari kanan) dalam forum World Bank Land Conference di Washington, D.C, Amerika Serikat, Senin 13 Mei 2024. (TEMPO/BAGJA HIDAYAT)
Perhutanan Sosial Indonesia Jadi Contoh Mitigasi Iklim Berbasis Masyarakat

Bank Dunia menggelar Konferensi Lahan 2024 yang mengangkat topik perhutanan sosial sebagai penopang manajemen lahan dan ketahanan iklim.


Greenpeace Anggap Perpres Energi Terbarukan Melenceng dari Komitmen Paris Agreement

1 hari lalu

Asap dan uap mengepul dari PLTU milik Indonesia Power, di samping area Proyek PLTU Jawa 9 dan 10 di Suralaya, Provinsi Banten, Indonesia, 11 Juli 2020. REUTERS/Willy Kurniawan
Greenpeace Anggap Perpres Energi Terbarukan Melenceng dari Komitmen Paris Agreement

Greenpeace mengkritik Pemerintah Indonesia yang masih menolerir proyek PLTU. Pemenuhan Paris Agreement 2015 masih jauh panggang dari api.


Hutan Mangrove Lebih Efektif Menyerap Emisi Karbon, Ini Penjelasannya

5 hari lalu

Warga berwisata ke Tower Mangrove di tengah hutan mangrove Kuala Langsa di Kota Langsa, Aceh, Minggu, 25 Februari 2024. Tower setinggi 45 meter itu menjadi landmark wisata baru Kota Langsa dengan daya tarik ekowisata, konservasi dan penelitian di hutang mangrove seluas 8.000 hektare tersebut. ANTARA/Khalis Surry
Hutan Mangrove Lebih Efektif Menyerap Emisi Karbon, Ini Penjelasannya

Hutan mangrove memiliki segudang manfaat terutama efektif menyerap emisi karbon. Begini penjelasannya .


Rekor Suhu Udara Terpanas Berlanjut di April 2024, Ini Datanya

7 hari lalu

Petani Thailand melakukan ritual minta hujan menggunakan boneka Doraemon. Thailand dan negara Asia Tenggara mengalami suhu panas ekstrem April 2024. (tangkapan layar Youtube)
Rekor Suhu Udara Terpanas Berlanjut di April 2024, Ini Datanya

Suhu udara di permukaan Bumi sepanjang April 2024 mematahkan rekor sebelumnya yang tercipta pada 2016. Sama-sama diwarnai El Nino kuat.


Di Forum PBB, KLHK Menyampaikan Deforestasi Indonesia Turun Signifikan

8 hari lalu

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Di Forum PBB, KLHK Menyampaikan Deforestasi Indonesia Turun Signifikan

Dalam forum PBB di New York, KLHK menyampaikan deforestasi netto Indonesia 2021-2022 sebesar 104 ribu ha, turun dari 113,5 ribu ha pada 2020-2021.


Para Ilmuwan Gambarkan Situasi Dunia Bila Suhu Global Menembus Batas 1,5 Derajat Celcius

8 hari lalu

Sisifus. Ilustrasi TEMPO/Imam Yunianto
Para Ilmuwan Gambarkan Situasi Dunia Bila Suhu Global Menembus Batas 1,5 Derajat Celcius

Survei besutan The Guardian menggambarkan pandangan para ahli mengenai situasi distopia akibat efek pemanasan global. Bencana iklim mendekat.


Suhu Bumi Terpanas pada April 2024

10 hari lalu

Ilustrasi gelombang panas ekstrem.[Khaleej Times/REUTERS]
Suhu Bumi Terpanas pada April 2024

Sejak Juni 2023, setiap bulan temperatur bumi terus memanas, di mana puncak terpanas terjadi pada April 2024.


5 Manfaat Energi Terbarukan yang Harus Dilestarikan

11 hari lalu

Koalisi dari organisasi masyarakat sipil dari Greenpeace Indonesia, Enter Nusantara, dan Market Forces menggelar aksi bersepeda di Car Free Day Jakarta pada Minggu, 5 Mei 2024. Dalam aksi ini mereka meminta agar perbankan berhenti berinvestasi terhadap energi kotor dan beralih ke energi terbarukan. Dok: Istimewa
5 Manfaat Energi Terbarukan yang Harus Dilestarikan

Energi terbarukan perlu dijaga kelestariannya untuk generasi mendatang karena memiliki beberapa manfaat. Simak 5 manfaat energi terbarukan.


Cegah Krisis Iklim, Muhammadiyah Luncurkan Program 1000 Cahaya

11 hari lalu

Sisifus. Ilustrasi TEMPO/Imam Yunianto
Cegah Krisis Iklim, Muhammadiyah Luncurkan Program 1000 Cahaya

Program ini berupaya membangun 'Green Movement' dengan memperbanyak amal usaha Muhammadiyah untuk mulai memilah dan memilih sumber energi bersih di masing-masing bidang usaha.


Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

14 hari lalu

Sebuah mesin bekerja untuk mengurangi polusi dipasang di sekitar area konstruksi saat polusi udara menyelimuti wilayah Beijing, Cina, 18 Desember 2016. REUTERS/Stringer
Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.