TEMPO.CO, Jakarta - Penghargaan Nobel Perdamaian untuk jurnalis Maria Ressa diharapkan membangkitkan semangat media massa untuk menuntut kebebasan pers di Malaysia, Indonesia, Filipina dan negara tetangga lainnya. Juru bicara Gerakan Media Merdeka (Geramm) dari Malaysia Radzi Razak mengatakan kemenangan Ressa dapat menyulut semangat media Malaysia untuk menentang segala upaya membungkam hak atas kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Perjuangan Maria Ressa membangun Rappler dan memperjuangkan kebebasan pers di Filipina, harus menjadi ilham para para jurnalis dalam menjalankan tugasnya menegakkan demokrasi. Maria Ressa dikenal vokal melawan rezim Duterte. Ia juga menyoroti pentingnya akses informasi karena data bisa dijadikan bahan berita utama, jika pihak berwenang menolak bekerja sama.
Radzi Razak mengatakan Geramm mengakui bahwa serangan terhadap media di Malaysia tidak separah di Indonesia atau Filipina. Namun perjalanan menuju media yang bebas masih panjang.
"Kami berharap kerjasama ketiga negara (berawal dari forum ini) akan membantu pembentukan Dewan Media Malaysia, cerminan Dewan Pers di Indonesia dan dewan pers di Filipina," ujarnya dalam pernyataan tertulis.
Maria Ressa diumumkan sebagai pemenang Nobel Perdamaian 2021. Jurnalis senior Filipina ini menyatakan berdiri satu barisan bersama koalisi tiga negara untuk merespons menguatnya tekanan terhadap pers dan demokrasi di Asia Tenggara.
Ressa menekankan pentingnya kerja sama yang solid dalam menghentikan serangan terhadap jurnalis lewat penyalahgunaan hukum dan manipulasi informasi.
"Saya menyukai gagasan komunitas yang ingin kita bangun bersama ini. Lebih-lebih pada situasi pandemi, di mana orang-orang merasa terisolasi sehingga rawan sekali dimanipulasi lewat media sosial," kata Maria dalam Forum Regional Press in Distress secara virtual pada Jumat, 8 Oktober 2021, dikutip dari keterangan tertulis.
Forum regional dan koalisi ini merupakan gagasan sejumlah organisasi dan sineas di tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Organisasi yang terlibat yakni Aliansi Jurnalis Independen (Indonesia); Freedom Film Network, Gerakan Media Merdeka (Geramm), Center for Independen Journalism (CIJ) dari Malaysia; serta Dakila, Active Vista, dan Rappler di Filipina.
Forum ini dibuka dengan pemutaran film dokumenter A Thousand Cuts yang mengisahkan perjuangan Maria Ressa dan tim Rappler melawan kesewenang-wenangan rezim Presiden Rodrigo Duterte. Khususnya dalam penanganan isu-isu narkoba.
Jurnalis senior Tempo Arif Zulkifli mengatakan apa yang dialami Maria Ressa di Filipina merupakan potret demokrasi saat ini yang juga terjadi di Indonesia dan negara-negara lain. Ia menyebutkan serangkaian serangan fisik, digital, hingga kriminalisasi pun menimpa jurnalis dan aktivis di Indonesia yang bersuara keras mengkritik kebijakan-kebijakan yang dinilai merugikan publik.
Baca: Jurnalis Pemenang Nobel Perdamaian 2021 Gigih Mengkritik Duterte dan Putin
BUDIARTI UTAMI PUTRI | DEWI