TEMPO.CO, Jakarta - Alexandre Benalla, mantan pengawal Presiden Prancis Emmanuel Macron diadili atas tuduhan penyerangan terhadap demonstran pada 2018, Senin, 13 September 2021. Ia dituduh memukuli seorang pengunjuk rasa selama demonstrasi Hari Buruh 2018. Selain itu Benalla juga dijerat dengan tuduhan lain termasuk mengenakan lencana polisi secara ilegal dan membawa senjata.
Benalla, 30 tahun, terancam hukuman penjara tujuh tahun. Ia juga diharuskan membayar denda 100.000 euro atau sekitar US$ 118.000 jika terbukti bersalah.
Kasus ini menuai kontroversi. Kepresidenan dituduh menutup-nutupi tindakan Benalla.
Pertanyaan yang belum terjawab adalah Benalla yang berperan sebagai petugas kepolisian di Hari Buruh May Day. Misteri lainnya adalah mengapa Benalla memegang dua paspor diplomatik setelah dipecat dari pekerjaannya di Istana Kepresidenan. Paspor ini digunakan untuk bepergian ke negara-negara Afrika.
Dalam penyelidikan Senat pada September 2018, Benalla mengatakan bahwa tugas utamanya adalah berkaitan antara kantor politik Macron dan badan keamanan resmi yang bertugas melindungi presiden. "Saya bukan preman," katanya.
Investigasi berawal ketika foto Benalla dengan pistol di pinggulnya saat menjabat sebagai pengawal dalam kampanye Emmanuel Macron pada 2017. Saat itu Benalla disebut membawa senjata api secara ilegal dan terancam hukuman tujuh tahun penjara jika terbukti bersalah.
Kasus lainnya adalah Benalla dan tiga orang lainnya diadili karena memukul demonstran pada Hari Buruh. “Itu adalah perang,” kata Benalla kepada penyelidik. Ia bersikeras hanya sebagai pengamat dalam demonstrasi tersebut dan tidak berniat bertindak kasar.
Benalla semula hanya dijatuhi skorsing 15 hari kerja sebelum kembali menjadi pemimpin keamanan untuk parade kemenangan tim Prancis setelah menjadi juara dunia.
Pada Juli, kasusnya sudah masuk ke tahap penyelidikan. Ia juga dipecat dari pekerjaannya di istana kepresidenan.
Baca: Walikota Paris Maju Pilpres, Incar Jadi Presiden Wanita Pertama Prancis
AL JAZEERA