TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Filipina menghentikan sebuah kasus fitnah yang diajukan untuk melawan Maria Ressa, wartawan senior di Filipina yang juga pendiri Rappler, sebuah situs berita online di Filipina, yang juga punya biro di Jakarta, Indonesia. Kabar ini disampaikan oleh pengacara Ressa pada Kamis, 12 Agustus 2021.
Ressa saat ini menghadapi sejumlah tuntutan, yang disebutnya memang untuk mengincarnya karena dia telah bersikap kritis terhadap Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Maria Ressa selama pembukaan "70th World News Media Congress and 25th World Editors Forum" di Cascais, Portugal, 6 Juni 2018. [The European Sting]
Kasus pencemaran nama baik terhadap Ressa, yang dihentikan oleh pengadilan ini, dilayangkan oleh seorang profesor di sebuah perguruan tinggi dan seorang reporter di website berita, Rappler, pada Oktober 2020. Gugatan dilayangkan atas sebuah pemberitaan yang diyakini menuduh profesor itu telah memberikan mahasiswa nilai yang lebih baik karena telah mendapat imbalan uang.
Selain kasus tersebut, Ressa juga menghadapi beberapa gugatan hukum lainnya. Salah satunya, dugaan pelanggaran pajak dan pelanggaran terhadap aturan kepemilikan asing di media.
Theodore Te, pengacara Ressa, mengatakan pada Kamis, 12 Agustus 2021, bahwa pengadilan menghentikan kasus pencemaran nama baik itu karena profesor perguruan tinggi menggugat Ressa mengatakan bahwa dia sudah tidak tertarik lagi untuk mengejarnya.
Ini merupakan kasus kedua pencemaran nama baik lewat dunia maya untuk melawan Ressa yang dikeluarkan oleh pengadilan setelah para pelapor mengundurkan diri.
Ressa adalah wartawan senior yang memiliki dwi kewarganegaraan yakni Amerika Serikat dan Filipina. Dia pernah memenangkan sejumlah penghargaan internasional karena liputannya.
Dia pernah terpilih menjadi Time Magazine Person of the Year pada 2018 karena usaha nya dalam mempertanyakan tanggung jawab kekuasaan di lingkungan yang semakin memusuhinya.
Penangkapan berulang-ulang terhadap Ressa telah menuai kecaman internasional dan menimbulkan kekhawatiran tentang semakin memburuknya kebebasan pers di Filipina, yang sebelumnya pernah dilihat sebagai pembawa standar kebebasan pers di Asia.
Harry Roque, juru bicara Kepresidenan Filipina mengatakan berulang kali bahwa Presiden Duterte mendukung kebebasan berbicara bahkan ketika Duterte secara terbuka mengecam Rappler, dengan menyebutnya sebagai “outlet berita palsu” yang disponsori oleh mata-mata Amerika.
Baca juga: Amerika Sesalkan Vonis Atas Jurnalis Maria Ressa di Filipina
Afifa Rizkia Amani | Reuters | CNN