TEMPO.CO, Washington – Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengungkapkan keprihatinan soal vonis bersalah terhadap dua jurnalis di Filipina yaitu Maria Ressa dan Reynaldo Santos.
Pemerintah AS meminta kasus ini agar segera diselesaikan dengan cara yang menguatkan komitmen terhadap kebebasan berekspresi.
Ini terkait vonis bersalah kepada jurnalis Maria Ressa, yang juga pimpinan media Rappler di Filipina dalam kasus pencemaran nama baik.
Dia terancam menjalani hukuman minimal enam tahun dan maksimal tujuh tahun, yang dinilai sebagai pukulan telak bagi kebebasan media di Filipina.
“Pemerintah AS merasa prihatin oleh putusan pengadilan terhadap jurnalis Maria Ressa dan Reynaldo Santos, dan meminta resolusi kasus ini dengan cara memperkuat komitmen AS dan Filipina terhada kebebasan berekspresi termasuk bagi insan pers,” kata Morgan Ortus, juru bicara deplu AS, dalam pernyataan pada Selasa, 17 Juni 2020.
Putusan pengadilan ini telah memicu munculnya keprihatinan soal perlindungan HAM bagi warga negara Filipina.
Duterte sendiri dikenal gemar bersikap keras terhadap lawan politik. Dia juga melakukan kampanye perang melawan narkoba, yang membuat ribuan orang tewas.
Baru-baru ini, Duterte mengancam akan membunuh para pedagang narkoba meskipun mendapat kecaman dalam laporan investigasi PBB.
Sejumlah anggota Kongres juga mengritik putusan pengadilan Filipina dan menilainya sebagai bentuk pelecehan terhadap Ressa.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pengadilan Manila memvonis bersalah pemimpin redaksi dan CEO Rappler, Maria Ressa, beserta mantan peneliti dan penulis Rappler Reynaldo Santos atas tuduhan pencemaran nama baik dunia maya pada Senin.
Vonis keduanya diputuskan di Pengadilan Manila Regional Trial Court (RTC) Branch 46 oleh hakim Rainelda Estacio-Montesa. Keduanya diperintahkan untuk membayar 200.000 peso Filipina (Rp 56 juta) untuk kerusakan moral dan 200.000 peso lainnya untuk peringatan, menurut laporan Rappler, 15 Juni 2020.