TEMPO.CO, Jakarta - Utusan khusus PBB untuk Myanmar pada Selasa mengatakan pemimpin junta militer Jenderal Min Aung Hlaing tampaknya bertekad untuk memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan setelah kudeta Februari dan partai politik pemimpin Aung San Suu Kyi terancam dibubarkan.
Christine Schraner Burgener, mengutip pengumuman penguasa militer Min Aung Hlaing bulan ini, bahwa ia sekarang menjadi perdana menteri dalam pemerintahan sementara yang baru dibentuk dan juga membatalkan hasil pemilu November, yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi.
"Saya khawatir kita akan segera mendengar juga bahwa partai NLD dapat dibubarkan. Ini adalah upaya untuk mempromosikan legitimasi terhadap kurangnya tindakan internasional yang diambil," kata Schraner Burgener kepada wartawan, dilaporkan Reuters, 11 Agustus 2021.
"Saya harus menjelaskan bahwa PBB tidak mengakui pemerintah, jadi terserah negara-negara anggota," ujarnya.
Schraner Burgener mengatakan kecuali negara-negara anggota PBB bertindak, Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun, penentang junta, tetap menjadi utusan sah Myanmar di badan dunia di New York dan Suu Kyi serta Presiden Myanmar Win Myint adalah pemimpin negara itu.
Junta Myanmar, yang berpendapat bahwa itu bukan pemerintah militer dan muncul melalui transfer kekuasaan konstitusional, mengatakan ingin menunjuk Aung Thurein, anggota militer Myanmar dari 1995 hingga 2021, menjadi duta besar PBB.
Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun mengacungkan tiga jari di akhir pidatonya di depan Majelis Umum di mana ia memohon tindakan internasional dalam membatalkan kudeta militer di negaranya seperti yang terlihat dalam tangkapan layar yang diambil dari sebuah video, di wilayah Manhattan di New York City, New York, AS, 26 Februari 2021. [United Nations TV / Handout via REUTERS]
Kredensial PBB pada awalnya dipertimbangkan oleh komite sembilan anggota yang ditunjuk pada awal setiap sesi tahunan Majelis Umum beranggotakan 193 orang, yang dimulai pada bulan September.
Schraner Burgener menekankan bahwa ini terserah kepada negara-negara anggota untuk memutuskan siapa yang harus mewakili Myanmar, tetapi dia menggambarkannya sebagai "momen krusial".
"Saya masih yakin bahwa ini adalah kudeta, yang belum berhasil diselesaikan," katanya. "Itu adalah tindakan yang melanggar hukum dan kami masih memiliki pemerintahan yang sah dari NLD."
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebelumnya harus menangani klaim yang bersaing untuk perwakilan di PBB, beberapa diputuskan dengan pemungutan suara di Majelis Umum PBB. Komite kredensial juga dapat menunda keputusan dan membiarkan kursi perwakilan Myanmar di PBB tetap kosong.
Dalam laporan terpisah, laporan kelompok hak asasi menemukan bahwa tentara Myanmar melakukan setidaknya 252 serangan dan ancaman terhadap petugas kesehatan sejak kudeta 1 Februari, menewaskan sedikitnya 25 petugas medis dan menghambat respons terhadap wabah Covid-19 yang bangkit kembali.
Lebih dari 190 petugas kesehatan telah ditangkap dan 86 penggerebekan di rumah sakit dilakukan sejak kudeta, kata laporan Insecurity Insight, Physicians for Human Rights (PHR), dan Johns Hopkins University Center for Public Health and Human Rights (CPHHR), Reuters melaporkan.
Sistem perawatan kesehatan Myanmar sebagian besar telah runtuh sejak tentara menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, dengan banyak pekerja medis bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil dalam pemogokan nasional untuk memprotes kekuasaan junta militer.
Baca juga: Utusan ASEAN Minta Akses di Myanmar Dibuka Semua
REUTERS