TEMPO.CO, - Pemerintah Rusia dan junta militer Myanmar sepakat memperkuat kerja sama keamanan dan hubungan kedua negara dalam pertemuan Moskow, Senin kemarin. Pertemuan ini merupakan kunjungan luar negeri kedua pemimpin junta militer Jenderal Min Aung Hlaing sejak melakukan kudeta.
Dalam kunjungan ke Moskow, Min Aung Hlaing bertemu dengan Nikolai Patrushev, sekretaris Dewan Keamanan Rusia. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, memastikan jika Presiden Vladimir Putin tidak akan bertemu Min Aung Hlaing, seperti dilaporkan Interfax dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 22 Juni 2021.
Pertemuan ini membuat aktivis hak asasi manusia menuduh Rusia melegitimasi kudeta militer Myanmar.
Pemerintah Rusia mengatakan negaranya memiliki hubungan lama dengan Myanmar dan mengatakan pada Maret lalu jika mereka prihatin dengan meningkatnya jumlah kematian warga sipil di negara Asia itu.
Hubungan pertahanan antara kedua negara telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir dengan Moskow memberikan pelatihan tentara dan beasiswa universitas kepada ribuan tentara, serta menjual senjata ke militer yang masuk daftar hitam oleh beberapa negara Barat karena dugaan kekejaman terhadap warga sipil.
MRTV yang dikelola negara Myanmar mencurahkan 10 menit pertama siaran berita malamnya untuk laporan perjalanan Min Aung Hlaing ke Rusia, mulai dari pertemuannya dengan pejabat di bandara hingga pertemuannya dengan Dewan Keamanan.
Dalam laporan itu Min Aung Hlaing terlihat tersenyum dalam setelan bisnis, berpose untuk foto, berjabat tangan dan bertukar hadiah dengan anggota dewan sebelum menghadiri upacara di sebuah kuil Buddha di Moskow.
Laporan MRTV mengatakan Min Aung Hlaing dan Patrushev membahas kerja sama antara kedua negara mengenai langkah-langkah keamanan, urusan Myanmar saat ini dan sepakat untuk menjaga hubungan baik antara kedua militer mereka.
Baca juga: Paus Fransiskus Memohon Pemimpin Militer Buka Koridor Kemanusiaan di Myanmar
Sumber: CHANNEL NEWS ASIA