TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai hal terungkap dalam persidangan Damien Tarel (28), pria yang menampar Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Senin, 8 Juni 2021. Salah satu pengakuan yang Tarel buat, sebelum divonis penjara empat bulan, adalah dirinya anggota dari kelompok anti-pemerintah bernama "Yellow Vest" (Rompi Kuning).
Dikutip dari kantor berita Reuters, Tarel mengaku sudah lama menjadi bagian dari kelompok Rompi Kuning. Ia berkata, dirinya bergabung kelompok tersebut karena merasa sejalan dengan pemahaman politik ekstrim kanannya. Di sisi lain, juga karena dirinya membenci pemerintahan Macron.
"Saya merasa Macron mewakili segala hal yang busuk dari negeri ini," ujar Tarel di persidangan, Kamis, 10 Juni 2021.
Sebagai catatan, kelompok Rompi Kuning yang diikuti oleh Tarel dibentuk pada tahun 2018. Awalnya, kelompok tersebut bertujuan untuk menyeruakan protes atas kebijakan kenaikan harga bensin dan biaya hidup. Namun, belakangan, agenda-agenda yang mereka bawa kian luas mulai reformasi ekonomi hingga dihapusnya pemangkasan batas kecepatan kendaraan di Prancis.
Dalam prosesnya, aksi-aksi Rompi Kuning kerap berujung bentrokan dengan aparat. Dan, beberapa di antaranya ada yang jatuh korban. Per Desember 2018, total ada 10 orang tewas dan 1000 lebih luka-luka akibat bentrokan antara kelompok Rompi Kuning dengan aparat.
Pengunjuk rasa Rompi Kuning turun ke jalan-jalan di Paris pada Sabtu, 1 Juni, dalam sebuah demonstrasi pertama setelah pemilihan Eropa. RUPTLY
Selain mengaku sebagai anggota Rompi Kuning, Tarel juga mengaku sempat terpikir untuk melempari Macron dengan telur dan krim kue tart. Bahkan, kata ia, di satu titik dirinya juga terpikir untuk mengajak Macron beradu pedang.
"Jika saya menantang Macron untuk duel pedang saat matahari terbit, saya ragu dia akan merespon," ujar Tarel.
Perihal penamparan Macron, Tarel menegaskan hal itu tidak ia rencanakan. Ia berkata, hal itu terjadi secara refleks, perwujudan dari kebenciannya terhadap Macron. Sementara itu, soal "Montjoie Saint Denis" yang ia teriakkan saat menampar Macron, Tarel menyebutnya sebagai teriakan perang.
"Itu adalah slogan patriot juga," ujar Tarel. Dalam sejarah Prancis, "Montjoie Saint Denis" adalah teriakan perang ketika Prancis masih berupa monarki.
Per berita ini ditulis, Emmanuel Macron belum memberikan tanggapan lebih lanjut soal aksi Tarel. Terakhir kali berkomentar, Macron menyebutnya sebagai insiden yang terisolir.
Baca juga: Siapa Rompi Kuning dalam Unjuk Rasa Terburuk di Prancis?
ISTMAN MP | REUTERS