TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) pada Sabtu, 3 April 2021, memperkirakan Angkatan Bersenjata Myanmar telah menewaskan 550 orang sejak kudeta militer mendongkel Pemimpin de Factor Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021. Dari jumlah tersebut, 46 orang adalah anak-anak.
Pada Jumat, 2 April 2021, dilaporkan ada dua kematian. Oposisi Myanmar melakukan unjuk rasa hampir setiap hari di beberapa kota di penjuru negara itu, menolak kudeta militer. Unjuk rasa itu sering disebut unjuk rasa gerilya.
Orang-orang bahkan melakukan unjuk rasa pada malam hari dengan menyalakan lilin. Pada awal-awal unjuk rasa, ada puluhan ribu orang melakukan protes di banyak kota-kota besar di Myanmar.
Otoritas sampai memerintahkan agar sambungan internet diputus sehingga merampas akses sebagian besar masyarakat pengguna internet di Myanmar. Otoritas juga menerbitkan surat perintah pada 18 acara bisnis, selebriti dan influencer karena dianggap telah melawan Angkatan Bersenjata Myanmar.
Baca juga: Thailand Minta Semua Pihak di Myanmar Hentikan Kekerasan
Beberapa aktris yang melawan aturan yang diterbitkan oleh militer Myanmar adalah Paing Phyoe. Lewat unggahan di Facebook, Phyoe mengatakan dia tidak takut.
“Apakah surat perintah diterbitkan atau tidak, selama saya hidup saya akan menetang kediktatoran militer yang merundung dan memunuh orang-orang. Revolusi harus menang,” kata Phyoe.
Phyoe setelah kudeta militer terjadi, secara rutin mengikuti unjuk rasa di Ibu Kota Yangon saban akhir pekan. Suaminya, Na Gyi sutradara film sudah masuk daftar buronan sejak Februari 2021.
Pengguna media sosial di Myanmar pada Sabtu pagi, 3 April 2021, tampaknya kesulitan mendapatkan akses internet. Militer Myanmar sudah memblokir media sosial seperti Facebook.
Militer junta juga terus menyerang para pengkritiknya di media sosial dan mempromosikan pesan-pesan militer. Kanal YouTube MRTV dan link-link yang mereka bagikan di Twitter, sudah diblokir oleh militer Myanmar.
Sumber: Reuters