TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Thailand pada Kamis, 1 April 2021, secara terbuka menyebut sangat terganggu dengan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka selama akhir pekan lalu dalam kerusuhan di Myanmar. Kementerian Luar Negeri Thailand menyerukan agar semua pihak menahan diri dan kekerasan segera diakhiri.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Thailand itu bisa disebut salah satu komentar paling keras pada negara tetangganya, Myanmar. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand Tanee Sangrat mengatakan Thailand menyerukan agar ketegangan dihentikan, kekerasan diakhiri dan tahanan politik segera dibebaskan.
Thailand sudah bekerja sama dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya agar bisa tercipta solusi damai bagi Myanmar.
Baca juga: Militer Myanmar Klaim Remaja Tewas Jatuh dari Motor, CCTV Buktikan Sebaliknya
Ketegangan di Myanmar dipicu oleh kudeta militer pada 1 Februari 2021. Ketika itu, militer yang dipimpin Panglima Min Aung Hlaing menggulingkan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi.
Kudeta militer tersebut, langsung memancing dilakukannya unjuk rasa. Kelompok etnis bersenjata di Negara yang dulu bernama Burma, juga ikut memprotes tindakan militer Myanmar.
Pada Rabu, 31 Maret 2021, militer Myanmar mengumumkan gencatan senjata. Namun, Militer Myanmar menyatakan akan memberikan respon keras apabila mendapati adanya aksi yang mengganggu administrasi dan keamanan pemerintahan.
Aksi yang dimaksud oleh militer Myanmar tersebut tak lain adalah gerakan pemberontakan sipil yang diinisiasi warga dan kelompok etnis bersenjata. Sejak kudeta Myanmar dimulai pada 1 Februari lalu, mereka secara aktif mendesak junta militer untuk mengakhiri kudeta dengan berbagai cara mulai dari demonstrasi hingga aksi mogok kerja.
Pengumuman gencatan senjata muncul setelah Militer Myanmar berhadapan dengan kelompok-kelompok etnis bersenjata di berbagai daerah di Myanmar. Beberapa di antaranya adalah Arakan Army di Rakhine dan Kachin Independence Army yang menyerang pos-pos Militer Myanmar di kota Shwegu.
Sumber: Reuters