TEMPO.CO, Jakarta - Militer Myanmar menjadi fokus pemerintah Amerika beberapa waktu terakhir. Selain memasukkan konglemerasi bisnis milik Militer Myanmar ke daftar hitam sebagai hukuman atas kudeta, Amerika juga mengkaji kembali peran junta dalam krisis Rohingya.
Menurut Kementerian Luar Negeri Amerika, administrasi Presiden Joe Biden potensial mendeklarasikan krisis Rohingya pada 2017 lalu sebagai genosida. Hal itu mengacu pada besarnya jumlah korban selama krisis tersebut.
"Proses pengkajian sudah berjalan...Menteri Luar Negeri Antony Blinken sangat berkomitmen terhadap pengkajian ini dan saya rasa kita bakal mendapat jawabannya sebentar lagi," ujar Deputi Asisten Menteri Luar Negeri Amerika untuk urusan HAM dan Demokrasi, Scott Busby, dikutip dari Reuters, Kamis, 25 Maret 2021.
Menurut laporan Reuters, status genosida tersebut sebenarnya sudah dipertimbangkan di masa administrasi mantan Presiden Donald Trump. Pada awal 2021, sejumlah pejabat kementerian mengusulkan pada Menteri Luar Negeri Amerika saat itu, Mike Pompeo, untuk menyebut krisis Rohingya sebagai genosida.
Mike Pompeo. Mangel Ngan/Pool via REUTERS
Alasan para diplomat saat itu jelas, jumlah korban selama krisis Rohingya terlalu besar untuk tidak disebut sebagai efek genosida. Kurang lebih ada 24 ribu warga Rohingya yang meninggal selama periode krisis itu, dibunuh oleh personil-personil Militer Myanmar. Di sisi lain, jumlah warga Rohingya yang harus kabur juga besar.
Di luar dugaan para pejabat, Mike Pompeo tidak mengambil keputusan soal itu dan mengalihkannya pada penerusnya, Antony Blinken. Kurang lebih dua minggu setelah itu, Militer Myanmar kembali berulah dengan menggulingkan administrasi Penasihat Negara Aung San Suu Kyi.
Kepala Kantor Penindakan Kejahatan Global di Kementerian Luar Negeri era Pompeo, Morse Tan, menyebut bosnya menyia-nyiakan kesempatan. Alasannya, kata Tan, dengan memberikan status genosida lebih awal, maka Militer Myanmar akan lebih terawasi agar tidak berulah lagi.
"Mungkin Kudeta Myanmar akan tetap terjadi, tetapi setidaknya sejak awal sudah ada aksi yang mengarah pada penindakan dan pencegahan," ujar Tan.
Per berita ini ditulis, Amerika telah memberikan sanksi ekonomi dan personal terhadap pejabat-pejabat Militer Myanmar yang terlibat dalam krisis Rohingya. Beberapa di antaranya menerima sanksi lagi perihal kudeta Myanmar. Salah satu contohnya adalah Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing
Baca juga: Tingkatkan Tekanan, Amerika Beri Sanksi Baru ke Militer Myanmar
ISTMAN MP | REUTERS