TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Cina membantah tuduhan mereka telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Uighur di Xinjiang. Menurut Mereka, tuduhan tersebut tidak berdasar. Sebagai balasannya, mereka balik memberikan sanksi kepada Uni Eropa, pihak pertama yang memberinya sanksi terkait pelanggaran HAM tersebut.
Dikutip dari Channel News Asia, sanksi dari Cina menyasar anggota parlemen, diplomat, institut, serta bisnis-bisnis asal negara anggota Uni Eropa. Efeknya, selain mereka tidak bisa berkunjung ke Cina, mereka juga tidak akan bisa melakukan transaksi ekonomi dengan entitas di negeri tirai bambu itu,
"Politisi Jerman, Reinhard Butikofer, yang memimpin delegasi Parlemen Eropa untuk urusan Cina, adalah salah satu yang dikenai sanksi. Selain itu organisasi non-profit Alliance of Democracies Foundation yang dibentuk oleh mantan Sekjen Nato Anders Fogh Rasmussen," ujar Kementerian Luar Negeri Cina dalam keterangan persnya, Selasa, 23 Maret 2021.
Negara-negara di Eropa tidak menerima sanksi tersebut. Beberapa di antaranya adalah Jerman, Belanda, dan Belgia. Belanda bahkan telah meminta Duta Besar Cina ke Den Haag untuk menjelaskan sanksi itu.
Politisi Belanda, Sjoerd Sjoerdsma, menyatakan reaksi keras dari Cina adalah tanda mereka sensitif terhadap tekanan internasional. Hal itu, kata ia, bisa menjadi motivasi kepada negara-negara yang menentang praktik pelanggaran HAM di Xinjiang untuk tidak takut bersikap tegas dan menyuarakan kebenaran.
"Sanksi tersebut adalah bukti Cina mudah tertekan. Jadikan ini penyemangat untuk semua kolega saya di Eropa," ujar Sjoerdsma yang merupakan anggota parlemen asal Belanda dan pendukung pemberian sanksi ke Cina.
Diberitakan sebelumnya, Amerika, Uni Eropa, Kanada, dan Inggris bersama-sama menerbitkan sanksi baru untuk Cina. Mereka memberikan sanksi terhadap empat pejabat dan satu entitas Cina yang berbasis di Xinjiang. Alasannya, karena mereka sudah mengumpulkan cukup bukti soal pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
Menurut pernyataan keempatnya, Muslim Uighur ditahan di kamp konsentrasi. Di sana, Muslim Uighur disiksa, diperkerjakan paksa, dan disterilkan untuk mencegah jumlah mereka bertambah.
Cina, seperti dikatakan di atas, membantah hal ini. Cina selalu berpegang pada pernyataan bahwa para Muslim Uighur mengikuti pendidikan kejuruan di Xinjiang.
Terlepas balasan dari Cina, Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken memuji respon bersama yang ada. "Hal ini menunjukkan bahwa respon trans-Atlantik memberikan sinyal yang lebih kuat terhadap mereka yang melenggar hak asasi manusia," ujar Blinken terkait isu Muslim Uighur di Xinjiang.
Baca juga: Usai Myanmar, Negara Barat Beri Sanksi ke Cina Terkait Muslim Uighur
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA