TEMPO.CO, Jakarta - Angka korban meninggal selama kudeta Myanmar terus bertambah. Perkembangan terbaru, menurut Lembaga Asosiasi Advokat untuk Tahanan Politik, jumlah korban meninggal telah mencapai 224 orang. Tiga di antaranya terbunuh pada Kamis kemarin dalam unjuk rasa di Yangon, Monywa, dan Bago.
Atas kejahatan tersebut, pihak oposisi di Myanmar tengah mencari cara untuk membawa kasus pembunuhan selama kudeta ke Mahkamah Internasional. Harapannya, hal tersebut bisa mendesak pertanggungjawaban dari Militer Myanmar yang menjadi dalang atas kudeta yang terjadi.
"Kami memang bukan bagian dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Namun, kami perlu mencoba segala cara untuk membawa kasus ini ke ICC," ujar Duta Besar Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, Jumat, 19 Maret 2021.
Di Jenewa, Dewan HAM PBB mendukung upaya membawa junta Militer Myanmar ke Mahkamah Pidana Internasional. Selain itu, mereka juga mendukung pemerintah-pemerintah negara tetangga untuk mempertimbangkan kemungkinan menghukum para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sebagai tambahan, Uni Eropa akan menyampaikan sanksi terbaru untuk Myanmar pada Senin pekan depan. Menurut Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian, sanksi baru tersebut akan menyasar bisnis-bisnis yang menjadi kantong uang pejabat-pejabat Militer Myanmar.
Apabila mengacu pada sanksi ekonomi yang diberikan Amerika di awal Maret, maka setidaknya akan ada dua kelompok bisnis yang menjadi target sanksi Uni Eropa. Keduanya adalah Myanmar Economic Cooperation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL).
Selama ini MEC dan MEHL memang digunakan Militer Myanmar sebagai sumber uang mereka. Via keduanya, Militer Myanmar mengendalikan industri-industri yang menguntungkan mulai dari bir, rokok, telekomunikasi, ban, pertambangan, serta real estate. Dengan kata lain, hampir semua sektor strategis di Myanmar berada di tangan junta militer.
Menanggapi kabar akan dilaporan ke Mahkamah Internasional, Militer Myanmar kembali menegaskan bahwa mereka hanya menggunakan kekerasan saat diperlukan.
Baca juga: Kondisi Myanmar Makin Memprihatinkan
ISTMAN MP | REUTERS