TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International mengatakan militer Myanmar menggunakan taktik perang dengan senjata dan kekuatan mematikan terhadap demonstran Myanmar yang menentang kudeta militer 1 Februari.
Kelompok hak asasi manusia itu mengatakan pada Rabu, pihaknya telah memverifikasi lebih dari 50 video dari tindakan keras itu. PBB mengatakan pasukan keamanan junta telah menewaskan sedikitnya 60 pengunjuk rasa dengan tindakan keras tersebut.
PBB mengatakan banyak pembunuhan yang didokumentasikan sama dengan eksekusi di luar hukum.
Amnesty International menuduh tentara menggunakan senjata yang digunakan untuk medan perang untuk membunuh pengunjuk rasa.
Senjata mematikan itu digunakan oleh pasukan di unit-unit yang dituduh oleh kelompok hak asasi telah bertahun-tahun, telah melakukan kekejaman terhadap kelompok etnis minoritas, termasuk Muslim Rohingya.
"Tindakan ini dilakukan komandan yang tidak menyesal karena telah terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, mengerahkan pasukan dan metode pembunuhan di tempat terbuka," kata Joanne Mariner, Direktur Respons Krisis di Amnesty International.
Seorang petugas pasukan keamanan bersenjata mengarahkan senjatanya ke balkon saat mereka berpatroli di sebuah jalan di Yangon, Myanmar, 3 Maret 2021. REUTERS
Amnesty mengatakan senjata yang digunakan aparat Myanmar termasuk senapan sniper dan senapan mesin ringan, serta senapan serbu dan senapan mesin pistol.
Amnesty International menyerukan penghentian pembunuhan dan pembebasan tahanan. Assistance Association for Political Prisoners, kelompok advokasi tahanan politik, mengatakan hampir 2.000 orang telah ditahan sejak kudeta.
Junta militer belum berkomentar terkait tindakan brutalnya terhadap demonstran.
Baca juga: Amerika Kenakan Sanksi ke Dua Anak Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing
Junta militer mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari, menahan pemimpin sipil terpilih Aung San Suu Kyi dan memicu protes harian di seluruh Myanmar, yang terkadang menarik ratusan ribu orang turun ke jalan.
Militer Myanmar membenarkan kudeta militer mereka dengan alasan dugaan kecurangan dalam pemilihan November yang dimenangkan oleh partai Aung Suu Kyi, tetapi komisi pemilihan umum membantah ada kecurangan.
REUTERS