TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrat belum selesai dengan Donald Trump soal kerusuhan US Capitol. Selain mendorong pembentukan komite khusus, salah satu anggotanya juga memperkarakan Trump dan mantan pengacaranya, Rudy Giuliani, dengan tuduhan memicu kerusuhan yang menewaskan enam orang itu.
Anggota Parlemen Amerika Bennie Thompson terdaftar sebagai pihak yang memperkarakan Trump dan Giuliani. Ia juga menggugat dua kelompok sayap kanan Proud Boys dan Oath Keeper. Dalam gugatannya, Thompson menuduh mereka telah melanggar hukum Ku Klux Klan tahun 1871 karena merencanakan serangan ke US Capitol.
"Kerusuhan US Capitol adalah hasil dari orkestrasi Trump, Giuliani, dan kelompok ekstrimis seperti Oath Keepers dan Proud Boys. Mereka memiliki pandangan sama soal menggunakan intimidasi, kekerasan, dan ancaman untuk menghentikan pengesahan hasil pemilu elektoral," ujar pernyataan pers atas gugatan terkait, dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu, 17 Februari 2021.
Ini bakal menjadi proses hukum kedua yang akan dijalani Donald Trump jika permohonan gugatan itu diterima. Belum lama ini, Donald Trump lolos dari upaya pemakzulan keduanya yang juga berkaitan dengan kerusuhan US Capitol. Adapun pemakzulan diajukan oleh Parlemen Amerika di mana didominasi oleh Demokrat.
Dalam sidang tersebut, Trump lolos dari pemakzulan karena pemohon gagal mendapatkan dukungan suara yang dibutuhkan. Mereka harus mengumpulkan dua per tiga suara Senat Amerika untuk bisa memakzulkan Trump, 67 suara. Jumlah suara yang berhasil dikumpulkan 57, kurang 10 lagi.
Meski Trump tidak dimakzulkan, mayoritas Senat sepakat bahwa Trump memang bertanggungjawab atas kerusuhan US Capitol dalam berbagai kapasitas. Hal itu salah satunya dinyatakan Kepala Senat Minoritas dari Republikan, Mitch McConnell, usai melihat bukti-bukti yang ada selama persidangan.
Mantan Wali Kota New York City Rudy Giuliani, pengacara pribadi untuk Presiden AS Donald Trump, memegang apa yang dia identifikasi sebagai replika surat suara saat dia berbicara tentang hasil pemilihan presiden AS 2020 selama konferensi pers di Washington, AS, 19 November 2020 [REUTERS / Jonathan Ernst]
Gugatan terbaru ini tidak mendesak Donald Trump untuk dimakzulkan lagi. Seperti gugatan pada umumnya, penggugat menuntut ganti rugi materil dan imateril. Nilai hukuman yang diinginkan tidak disebut, namun gugatan tersebut dengan jelas meminta Donald Trump dan sekutunya untuk jangan dibiarkan melanggar aturan Ku Klux Klan lagi.
Penasehat hukum Trump, Jason Miller, membantah gugatan itu. Ia mengutip hasil sidang pemakzulan Trump yang menurutnya sudah menegaskan ketidakterlibatan kliennya.
"Presiden Trump tidak merencanakan, memproduksi, apalagi mengorganisir unjuk rasa pada 6 Januari di US Capitol," ujar Miller.
Giuliani tidak memberikan komentar sejauh ini. Sebagaimana diketahui, ia tidak lagi mewakili Donald Trump setelah dianggap gagal memenangkannya dalam gugatan hasil Pilpres Amerika.
Pakar hukum dari Universitas Indiana, Gerard Magliocca, menyakini Trump bakal lolos dari gugatan itu. Sebab, kata ada, Mahkamah Agung Amerika menetapkan di tahun 1982 untuk melindungi presiden dari gugatan apapun yang berkaitan dengan sikap resmi pemerintah.
"Saya tidak melihat gugatan ini akan lanjut. Menurut saya, pidato Trump sebelum kerusuhan US Capitol masih bisa dipandang sebagai bagian dari tugasnya sebagai Presiden Amerika," ujarnya mengakhiri.
Baca juga: Parlemen Amerika Akan Buat Komisi Penyelidikan Kerusuhan US Capitol
ISTMAN MP | REUTERS