TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prancis Emmanuel Macron menyerukan penghentian pengiriman senjata ke Israel yang telah mengebom Gaza selama satu tahun, dan baru-baru ini meluncurkan operasi militer terhadap Lebanon.
"Saya pikir hari ini, prioritasnya adalah kita kembali ke solusi politik, bahwa kita berhenti mengirimkan senjata untuk berperang di Gaza," kata Macron kepada lembaga penyiaran France Inter pada Sabtu, 5 Oktober 2024.
"Prancis tidak akan mengirimkan [senjata] apa pun," tambahnya dalam wawancara yang direkam pada awal pekan ini.
"Prioritas kami sekarang adalah menghindari eskalasi. Rakyat Lebanon tidak boleh dikorbankan, Lebanon tidak boleh menjadi Gaza yang lain," tambahnya.
Prancis bukanlah penyedia senjata utama bagi Israel, dengan mengirimkan peralatan militer senilai 30 juta euro ($33 juta) tahun lalu, menurut laporan ekspor senjata tahunan kementerian pertahanan.
Meskipun Prancis bukan penyedia senjata utama bagi Israel, suaranya sebagai pemain kunci di Uni Eropa dan sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki pengaruh yang signifikan di tengah upaya internasional untuk mencapai solusi politik bagi konflik di Gaza.
Pada September, Inggris juga mengumumkan bahwa mereka menangguhkan beberapa ekspor senjata ke Israel, dengan alasan "risiko yang jelas" bahwa senjata-senjata tersebut dapat digunakan dalam pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional.
Macron menegaskan kembali keprihatinannya atas serangan dahsyat Israel ke Gaza yang terus berlanjut meskipun ada seruan berulang kali untuk gencatan senjata.
"Saya pikir kita tidak didengar. Saya pikir ini adalah sebuah kesalahan, termasuk bagi keamanan Israel," katanya, seraya menambahkan bahwa konflik ini mengarah pada "kebencian".
Macron juga mengkritik keputusan Netanyahu untuk mengirim pasukan ke dalam operasi darat di Lebanon, dengan mengatakan bahwa prioritasnya adalah "menghindari eskalasi". "Rakyat Lebanon tidak boleh dikorbankan, Lebanon tidak boleh menjadi Gaza yang lain," katanya.
Pernyataan Macron memicu tanggapan marah dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menyebutnya sebagai "aib".
"Ketika Israel memerangi kekuatan barbarisme yang dipimpin oleh Iran, semua negara beradab seharusnya berdiri tegak di sisi Israel," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantornya. "Namun, Presiden Macron dan para pemimpin Barat lainnya sekarang menyerukan embargo senjata terhadap Israel. Memalukan."
Kantor Macron menanggapi dengan sebuah pernyataan pada hari Sabtu, menyebut Prancis sebagai "teman setia Israel" dan menggambarkan reaksi Netanyahu sebagai "berlebihan dan terlepas dari persahabatan antara Prancis dan Israel". Pernyataan Macron dilihat sebagai pesan untuk Israel dan juga untuk sekutu bersama mereka, Amerika Serikat, yang merupakan penyedia senjata terbesar bagi Israel.
Pada Mei, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup bukti untuk memblokir pengiriman senjata, namun "cukup beralasan untuk menilai" bahwa Israel telah menggunakan senjata dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan standar hukum kemanusiaan.
Qatar, mediator utama dalam perundingan gencatan senjata Gaza, mengatakan bahwa pernyataan Macron merupakan "langkah penting dan dihargai untuk menghentikan perang".
Yordania juga menyambut baik pernyataan pemimpin Prancis tersebut dan menekankan "pentingnya memberlakukan larangan total terhadap ekspor senjata ke Israel" dan "konsekuensi nyata" atas tindakan negara tersebut.
Komentar Macron muncul ketika Menteri Luar Negerinya Jean-Noel Barrot sedang dalam perjalanan empat hari ke Timur Tengah, yang berakhir pada hari Senin di Israel ketika Paris berupaya memainkan peran dalam menghidupkan kembali upaya diplomatik untuk mencapai gencatan senjata.
AL JAZEERA | REUTERS
Pilihan Editor: Unjuk Rasa Serentak di Dunia Peringati Setahun Perang Gaza