TEMPO.CO, Jakarta - Pada Selasa pengunjuk rasa Myanmar berkumpul di jalur kereta api sambil memasang plakat untuk mendukung gerakan pembangkangan sipil dan memblokir layanan kereta antara Yangon dan kota selatan Mawlamyine.
"Lepaskan pemimpin kami segera," dan "Kekuatan rakyat, berikan kembali," teriak salah seorang pengunjuk rasa, dikutip dari Reuters, 16 Februari 2021.
Massa juga berkumpul di dua tempat di kota utama Yangon - di lokasi protes dekat kampus universitas utama dan di bank sentral, tempat pengunjuk rasa meminta staf untuk bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil.
Sekitar 30 biksu Buddha memprotes kudeta dengan berdoa di Yangon, sementara ratusan pengunjuk rasa berbaris melalui kota pantai barat Thandwe.
Militer Myanmar mengambil alih kekuasaan dengan tuduhan bahwa keluhannya atas penipuan dalam pemilihan umum 8 November, di mana partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi menang telak, diabaikan.
Komisi pemilihan umum mengatakan tidak ada kecurangan dalam pemilu seperti yang diklaim militer Myanmar.
Tentara berdiri di luar Bank Sentral Myanmar selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, 15 Februari 2021. [REUTERS / Stringer]
Aung San Suu Kyi, 75 tahun, telah menghabiskan hampir 15 tahun dalam tahanan rumah atas perjuangannya untuk mengakhiri kekuasaan militer.
Baca juga: Kepolisian Myanmar Kembali Tetapkan Aung San Suu Kyi Sebagai Tersangka
Sekarang dia menghadapi tuduhan mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal dan ditahan hingga Rabu. Pengacaranya mengatakan pada hari Selasa bahwa polisi telah mengajukan dakwaan kedua karena melanggar Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam.
Kudeta militer di Myanmar tersebut telah memicu tanggapan marah dari negara-negara Barat dan Amerika Serikat telah menetapkan beberapa sanksi terhadap para jenderal yang berkuasa.
REUTERS