TEMPO.CO, Jakarta - Konflik tiga tahun antara negara-negara Teluk Arab dan Qatar akhirnya berakhir pada pertemuan Dewaan Kooperasi Teluk di Al Ula, Arab Saudi, kemarin. Kedua kubu sepakat untuk kembali membangun hubungan diplomatik yang ditandai dengan dibukanya perbatasan ke Qatar, baik di darat, laut, maupun udara.
"Apa yang dicapai pada hari ini merupakan lembaran baru bagi kami dan kembalinya hubungan diplomatik (dengan Qatar)," ujar Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, dikutip dari Channel News Asia, Rabu, 6 Januari 2021.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, konflik antara negara-negara Teluk Arab dan Qatar bermula pada 2017 lalu. Mereka terdiri atas Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir. Mereka memutus tali diplomasi dengan Qatar karena menganggap negara tersebut menyokong aktivitas terorisme. Salah satu wujudnya, negara Teluk Arab menutup perbatasan dengan Qatar untuk mengisolirnya.
Selama bertahun-tahun, Qatar membantah tuduhan tersebut. Mereka menganggapnya sebagai upaya untuk menjatuhkan kedaulatan Qatar. Namun, sejak 2020, negosiasi antara Qatar dan negara-negara Teluk Arab dimulai untuk mencapai rekonsiliasi. Puncaknya, pada Desember lalu, kedua kubu menyatakan bahwa rekonsiliasi sudah mulai tampak dan akhirnya tercapai Januari ini.
Emir Qatar Sheikh Tamim Bin Hamad Al Thani bersedia bertemu dengan Presiden Amerika, Donald Trump, pada April 2018. Aljazeera (Reuters – Jonathan Ernst)
Pemimpin Qatar, Emir Sheikh Tamim Al Thani mengapresiasi upaya negara-negara Teluk Arab kembali membangun hubungan diplomatik negaranya. Ia menganggapnya sebagai langkah penting untuk menjaga stabilitas di Timur Tengah.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada saudara di Arab Saudi karena telah menyambut kami dan terima kasih juga kepada saudara di Kuwait atas upayanya (menggelar pertemuan)," ujar Emir Qatar.
Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab, Anwar Gargash, optimistis hubungan diplomatik dengan Qatar akan pulih dengan cepat. Namun, perkara masa depan hubungan nanti seperti apa, Gargash tidak ingin memasang ekspektasi berlebihan.
"Membangun rasa percaya terhadap satu sama lain membutuhkan waktu, tenaga, dan keterbukaan," ujar Gargash menegaskan.
Sementara itu, Pangeran Mohammed bin Salman dari Arab Saudi menyatakan rekonsiliasi dengan Qatar akan menjadi faktor penting dalam menghadapi Iran. Sebagaimana diketahui, saat ini, Iran dianggap sebagai musuh bersama di Timur Tengah.
Menurut Pangeran Salman, sulit untuk menghadapi Iran apabila negara-negara Teluk Arab tidak bersatu. Ia mengklaim ada banyak hal yang mengancam dari Iran mulai dari program nuklir yang kembali berjalan hingga program misil balistiknya.
"Saat ini kita membutuhkan persatuan untuk memajukan Timur Tengah dan ancaman yang ada. Terutama, ancaman dari program-program Iran seperti nuklir, misil balistik, hingga upaya sabotase oleh teroris dan proxy sektarian," ujar Pangeran Salman.
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA | CNN
https://edition.cnn.com/2021/01/05/middleeast/qatar-gulf-embargo-agreement-intl/index.html