TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Penyelidikan Kerajaan, tim pencari fakta yang dibentuk untuk menyelidiki kasus pelecehan seksual di Selandia Baru, pada Rabu mengungkapkan laporan sementara bahwa seperempat juta anak-anak Selandia Baru mengalami pelecehan seksual dan penyiksaan selama dirawat di lembaga perawatan negara dan keagamaan dari 1960 hingga 2000.
Perdana Menteri Jacinda Ardern meluncurkan penyelidikan Komisi Kerajaan pada tahun 2018 untuk menyelidiki kasus ini.
Laporan tersebut memperkirakan bahwa hingga 256.000 orang dilecehkan dan disiksa, terhitung hampir 40% dari 655.000 orang yang dirawat selama periode tersebut, dengan sebagian besar pelecehan terjadi pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Berikut adalah kutipan dari beberapa korban yang dikutip dalam laporan Komisi Penyelidikan Kerajaan Selandia Baru tentang pelecehan terhadap anak-anak di lembaga negara dan berbasis agama yang memperkirakan bahwa hingga seperempat juta orang dianiaya antara tahun 1950 dan 2019, seperti dikutip dari Reuters, 16 Desember 2020.
Kesaksian para penyintas ini berdasarkan laporan sementara dari Abuse in Care Royal Commission of Inquiry.
Rhonda, 63 tahun, mengaku ditipu untuk dikirim ke lembaga psikiatrik saat berusia 17 tahun
"Jika Anda menandatangani ini (katanya), Anda tidak perlu pergi ke (institusi psikiatri)," cerita Rhonda.
"Dan saya langsung menandatanganinya. Dia berkata, 'Baiklah. Anda baru saja menandatangani secara sukarela perawatan Anda'. Para perawat menangkap saya dan menyeret saya ke mobil," kata Rhonda.
Sarah, 49 tahun, menjelaskan pelanggaran oleh ibu asuhnya
"Saya memiliki papan tulis di mana semua pelanggaran dan dosa saya dicatat dan pada akhir minggu saya akan dipukul. Jadi saya akan mendapatkan hingga 135 kali pukulan pada waktu tertentu dan saya diizinkan untuk istirahat pada setiap 20 kali hukuman."
Sandra, 45 tahun, penyintas yang dikirim ke rumah adopsi
"Kami tidak tahu itu tidak adil. Kami hanya tahu kalau kami berbeda."
Peter, 50 tahun, yang dirawat di panti asuhan negara
"Saya ditendang dengan sepatu bot di pantat saya, diikat tali, dihantam, dipukuli, dipaksa melakukan ribuan press-up, berlarian dengan drum 44 galon yang diikat di lengan kami."
Anne, perempuan homoseksual yang dibawa ke institusi psikiatrik dan disetrum saat berusia 17 tahun
"Kadang-kadang, saya mendapat sengatan listrik dua kali sehari...catatan (mengatakan) saya menjadi buta dan kemudian mereka memberi saya sengatan setrum lagi malam itu."
Nicola, 60 tahun, yang ditempatkan di panti asuhan
"Saya pikir saya telah bertemu dengan beberapa orang yang sangat baik...dan ayah mulai memperkosa saya dan tidak pernah berhenti bahkan ketika saya mengeluh. Saya memberi tahu ibu saya, saya menulis surat kepada (nama disamarkan) yang bertanggung jawab atas Kesejahteraan Sosial. Mereka datang, surat kabar, dan memberi tahu semua orang bahwa saya berbohong. Ketika mereka pergi, dia terus memperkosa saya dan tidak berhenti."
Darren, 56 tahun, yang dikirim ke rumah asuh untuk anak laki-laki
"Anak-anak lain akan gantung diri atau bunuh diri dan salah satu anak laki-laki lain akan menemukan mereka. Dan kemudian kami akan mendengar teriakan menggema dan tahu apa yang telah terjadi, dan itu hanyalah teriakan yang tidak akan pernah Anda lupakan. Saya sendiri tidak pernah benar-benar menemukannya, tetapi staf biasanya membawa Anda dan menunjukkan tubuhnya ke Anda dan memberi tahu pada Anda bahwa inilah yang terjadi pada yang lemah."
Para penyintas pelecehan mengatakan bahwa kerahasiaan dan pembungkaman menyembunyikan pelecehan tersebut dari dunia luar. Laporan tersebut mengatakan banyak orang yang selamat sekarang menderita masalah kesehatan mental, seperti gangguan stres pascatrauma dan depresi, serta menderita penyalahgunaan narkoba.
Laporan tersebut mengklaim bahwa anak-anak Maori mungkin yang paling menderita, karena 81% dari anak-anak yang dilecehkan dalam penitipan adalah Mori, sementara 69% anak-anak yang dirawat adalah Maori.
"Kepedihan dan penderitaan yang telah terjadi dalam sejarah Selandia Baru tidak bisa dimaafkan," kata Menteri Pelayanan Publik Selandia Baru Chris Hipkins.
Hipkins mengatakan pemerintah Selandia Baru akan membuat keputusan tentang permintaan maaf setelah Komisi Penyelidikan Kerajaan menyerahkan laporan akhir penyelidikan pelecehan seksual ini.
Sumber:
https://uk.reuters.com/article/uk-newzealand-abuse-victims/quotes-from-victims-cited-in-new-zealands-inquiry-into-child-abuse-idUKKBN28Q0WK
https://www.abuseincare.org.nz/library/v/194/tawharautia-purongo-o-te-wa-interim-report