TEMPO.CO - Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha mengancam akan menggunakan semua undang-undang terhadap para pengunjuk rasa yang melanggar hukum. Hal ini ia ungkapkan menanggapi semakin meningkatnya demonstrasi yang mendesak ia mundur dan mendorong reformasi kerajaan.
"Situasinya tidak membaik. Ada risiko eskalasi ke lebih banyak kekerasan. Jika tidak ditangani, itu bisa merusak negara dan monarki tercinta," katanya dalam sebuah pernyataan dikutip dari Channel News Asia, Kamis, 19 November 2020.
"Pemerintah akan meningkatkan tindakannya dan menggunakan semua undang-undang, semua pasal, untuk mengambil tindakan terhadap pengunjuk rasa yang melanggar hukum," ucap dia.
Namun tidak disebutkan apakah ini termasuk Pasal 112 KUHP, yang melarang penghinaan terhadap monarki. Prayut mengatakan pada awal tahun bahwa itu tidak digunakan untuk saat ini atas permintaan raja.
Pengumuman Prayut ini datang sehari setelah ribuan pengunjuk rasa mencorat-coret markas polisi Thailand. Massa protes terhadap cara polisi yang menggunakan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan aksi hingga menyebabkan puluhan orang luka-luka.
Unjuk rasa ini menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah Thailand selama bertahun-tahun. Aksi ini dianggap mendobrak tabu lama karena berani mengkritik monarki. Hukum di Thailand mengancam pengkritik kerajaan dengan pidana maksimal 15 tahun.
Belum ada tanggapan dari pihak Kerajaan terkait ancaman Prayut. Meski baru-baru ini Raja Maha Vajiralongkorn mengatakan negaranya adalah "tanah kompromi".
Para pendemo berencana menggelar aksi besar di Crown Property Bureau pada 25 November 2020 untuk menyuarakan pengelolaan kekayaan istana, yang diduga diselewengkan oleh raja. Dana tersebut bernilai puluhan miliar dolar.
CHANNEL NEWS ASIA
Sumber:
https://www.channelnewsasia.com/news/asia/thailand-prayut-chan-o-cha-all-laws-used-against-protesters-13591640