TEMPO.CO, Jakarta - Warga Amerika Serikat dilaporkan berbondong-bondong membeli senjata api beberapa hari menjelang pilpres AS.
Peningkatan pembelian senjata api adalah hal biasa ketika memasuki pilpres AS, tetapi tahun ini peningkatannya drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Warga Michigan, salah satu negara bagian swing voters, banyak yang mempersenjatai diri mereka termasuk ibu dua anak bernama Lexus Lewis, yang membeli bedil shotgun 12 peluru. Lewis tampak kesulitan memegang senjata api tersebut.
"Dia akan membutuhkan pelatihan serius untuk menggunakan itu," kata Bill Kucyk, pemilik toko senjata api, kepada Sky News, seperti dikutip 2 November 2020.
"Mereka bahkan tidak tahu prosesnya. Mereka hanya ingin membeli senjata dan saya menerima sekitar seratus telepon setiap hari," kata Bill yang dijumpai di tokonya di Detroit.
Dia menunjuk ke tumpukan rak kosong di depannya. "Biasanya saya punya sekitar seratus senjata api di lemari ini, tapi sudah terjual dua kali lipat. Stok toko sudah kosong beberapa kali."
Tetapi Lewis, seperti semua orang ada di toko Bill, sangat memperhatikan keamanan dan melindungi keluarganya dari ancaman yang tidak terduga.
Dalam beberapa pekan terakhir, Michigan menjadi titik panas bagi munculnya aktivitas militan yang tumbuh di dalam negeri.
Pasangan pria dan wanita tampak menodongkan senjata api kepada pengunjuk rasa Black Lives Matter di luar rumahnya di St Louis, Missouri, Amerika Serikat, pada 28 Juni 2020. Sang wanita tampak memegang pistol sedangkan pasangannya memegang senjata semi otomatis. REUTERS/Lawrence Bryant
Tetapi bukan hanya toko senjata api Michigan yang diserbu pelanggan baru. Local Memphis melaporkan, pemilik Classic Arms dan Top Gun Memphis di negara bagian Tennessee, Jay Hill, mengatakan amunisi dan senjata api telah ludes dari rak di tokonya dalam beberapa bulan terakhir.
"Setiap kali tahun pilpres, selalu ada peningkatan penjualan senjata api," kata Hill.
Dia mengatakan selama tahun pemilihan umum tokonya akan mengalami peningkatan penjualan 15-20%. Namun, kali ini penjualannya meningkat dua kali lipat.
"Tahun ini tidak seperti tahun-tahun yang lain," kata Hill.
Dia telah melihat banyak pelanggan baru yang datang untuk membeli senjata api, amunisi, dan pelatihan pertama senjata api mereka. Hill mengatakan insiden Mark dan Patricia McCloskey, pasangan bersenjata St. Louis yang mengatakan mereka khawatir akan keselamatan mereka setelah pengunjuk rasa memasuki properti mereka, telah membuka mata pemilik senjata api baru.
"Banyak orang melihat itu, melihat rekamannya, dan mengatakan itu bisa dengan mudah saya atau keluarga saya," kata Hill.
Dia menambahkan lonjakan penjualan juga didorong oleh tekanan pandemi dan kerusuhan sipil setelah kematian George Floyd.
Pemilik toko senjata lain mengatakan kepada ABC15 Arizona tok senjata dan amunisi mereka juga ludes dari rak.
"Pasokannya terbatas dan permintaannya tinggi," kata Howie Glasier, pemilik United Nations Ammo Company di Phoenix, Arizona.
"Jika Trump memenangkan pemilu, dan pihak lain melakukan kerusuhan (Anda akan) mengalami kerusuhan sipil)," kata Glaser. "Jika Biden menang, itu akan menjadi ketakutan era Obama lagi. Orang akan membeli senjata dan amunisi."
Sebagian besar pakar memperkirakan kekerasan yang tersebar adalah yang terburuk yang bisa dialami Amerika Serikat pada pilpres tahun ini ini, mengingat insiden terpisah yang telah terjadi setahun terakhir, menurut USA Today.
Orang-orang Amerika membeli senjata api dan amunisi dalam jumlah besar atau mencopot identitas politik mereka jika salah satu kandidat kalah dan menolak hasil. Beberapa melarikan diri ke daerah terpencil atau bunker yang dibuat khusus.
Kegelisahan muncul tersebut menyusul protes Black Lives Matter selama berbulan-bulan, lebih dari 90% di antaranya damai, menurut sebuah studi oleh Amnesty International. Tetapi beberapa media berita konservatif dan pemimpin Partai Republik, termasuk Presiden Donald Trump, telah menuduh demonstran melakukan penjarahan dan penghancuran.
Dikutip dari USA Today, menurut statistik FBI, pedagang senjata pada bulan Juni menjalankan lebih dari 3,9 juta pemeriksaan latar belakang pada pembeli melalui National Instant Criminal Background Check System, yang merupakan jumlah tertinggi yang pernah tercatat dalam satu bulan.
Pada Kamis kemarin Walmart mengembalikan senjata api dan amunisi ke rak toko setelah raksasa ritel itu memindahkan produk di beberapa tokonya di AS sebagai "tindakan pencegahan" dalam menanggapi protes di Philadelphia setelah penembakan polisi terhadap Walter Wallace Jr, CNN melaporkan.
Keputusan itu diambil hanya beberapa hari sebelum pemilihan presiden dan ketika beberapa bisnis di seluruh negeri mulai mempersiapkan kemungkinan kerusuhan pasca pemilihan dengan menutup jendela toko.
Secara bersamaan, penjualan senjata api dan amunisi telah melonjak dengan jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya selama pandemi. Penjual senjata api dan analis industri mengatakan peningkatan pembelian senjata api dan amunisi selama tahun pemilihan adalah normal, merujuk kekhawatiran bahwa Joe Biden dapat menyebabkan pembatasan kepemilikan senjata api.
Sumber:
https://news.sky.com/story/us-election-2020-people-in-michigan-are-buying-guns-in-fear-of-post-election-civil-unrest-12121495
https://www.localmemphis.com/article/money/business/gun-sales-skyrocketing-due-to-fear-of-possible-post-election-protests/522-458f2dd8-2975-4fbe-9a37-204c123b2128
https://www.usatoday.com/story/news/nation/2020/10/26/election-day-fears-prompt-americans-buy-guns-toilet-paper/5997666002/
https://edition.cnn.com/2020/11/01/business/walmart-firearms-ammunition/index.html