TEMPO.CO, Jakarta - Jelang Pilpres Amerika, yang berlangsung pekan depan, Presiden Donald Trump mengakhiri kebijakan yang melarang warga Amerika mendanai proyek riset Israel di Tepi Barat. Sebelumnya, hal itu dilarang karena faktor sengketa kedaulatan antara Israel dan Palestina di Tepi Barat.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji keputusan Donald Trump tersebut. Ia merayakan diakhirnya kebijakan itu dengan pembukaan Pusat Riset AS - Israel di Ariel, Tepi Barat.
"Ini visi Trump, membuka Judea dan Samaria ke kerjasama akademik, komersil, dan saintifik dengan Amerika," ujar Netanyahu, Rabu, 28 Oktober 2020.
Netanyahu melanjutkan bahwa diakhirinya larangan pendanaan untuk proyek di Tepi Barat juga menjadi kemenangan Israel. Ia mengklaim ada banyak upaya untuk mendelegitimasi upaya Israel untuk melakukan pengembangan di Tepi Barat sejak perang Timur Tengah tahun 1967.
Merespon aksi Donald Trump, Presiden Mahmoud Abbas menyebutnya sebagai keikutsertaan Amerika dalam penjajahan Palestina. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa diterima mengingat sengketa wilayah kedaulatan antara Israel dan Palestina belum usai, terlepas adanya ikut campur AS.
Sebagai catatan, beberapa bulan terakhir, Donald Trump memang giat memperkuat hubungan dengan Israel. Ia menyebutnya sebagai rencana Damai di Timur Tengah.
Hal itu dicapai Amerika lewat berbagai hal. Selain dengan mengakhiri larangan pendanaan, juga dengan mendorong normalisasi antara negara-negara Arab dengan Israel. Dengan begitu, Israel dan negara-negara Arab bisa menggelar kerjasama secara resmi yang menguntungkan semua pihak secara ekonomi maupun politis.
Menurut sejumlah pihak, Donald Trump memperkuat hubungan dengan Israel juga untuk kepentingan Pilpres Amerika. Donald Trump berharap mengamankan dukungan komunitas Yahudi dan Kristen Evangelis yang menyokong keberadaan Israel di Tepi Barat. Namun, dalam survei, Donald Trump masih kalah dalam popularitas dan elektabilitas terhadap rivalnya, Joe Biden.
ISTMAN MP | REUTERS