TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yeves Le Drian, mengutuk perlakuan Cina terhadap komunitas Uighur di Xinjiang. Oleh karenanya, ia ingin mengirimkan surveyor inpenden untuk mengecek kondisi terbaru komunitas Uighur di sana.
"Segala perlakuan yang didapat (komunitas Uigur) di sana tidak bisa diterima dan melanggar segala konvensi global hak asasi manusia," ujar Jean-Yves Le Drian kepada Parlemen Prancis, Selasa, 21 Juli 2020.
Sebelumnya, lembaga think-tank asal Washington, Jamestown Foundation, sempat mempublikasikan laporannya soal kondisi komunitas Uighur di Xinjiang. Dalam laporannya, komunitas Uighur disampaikan menjalani aborsi dan sterilisasi paksa oleh Partai Komunis Cina.
Kontrol populasi secara paksa tersebut menyebabkan pertumbuhan penduduk di Xinjiang menurun drastis. Sepanjang tahun 2015 hingga 2017, angka pertumbuhan turun 84 persen. Bahkan, di salah satu pemukiman Uighur, pertumbuhan penduduknya nyaris nol sepanjang tahun.
Pemerintah Cina memberikan hukuman berat bagi mereka yang melawan kontrol populasi. Misalnya, mereka yang tidak mau meminum pil KB akan dijebloskan ke penjara.
Jean-Yves Le Drian menyampaikan, dirinya telah meminta Cina untuk memberi akses kepada tim independen dari komisioner hak asasi manusia berkunjung ke Xinjiang. Mengingat Xinjiang diawasi ketat, tidak semua orang bisa keluar masuk bebas di sana.
Hingga berita ini ditulis, Pemerintah Cina belum memberikan tanggapan. Namun, akhir Juni lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhoa Lijian, menyebut kabar soal pelanggaran ham terhadap komunitas Uighur di Xinjiang sebagai disinformasi. Menurutnya, sejumlah organisasi memang sengaja menggoreng isu tidak benar soal situasi di Xinjiang.
ISTMAN MP | REUTERS | AL JAZEERA