TEMPO.CO, Jakarta - Perlindungan WNI termasuk para TKI atau Pekerja Migran Indonesia akan selalu menjadi prioritas Indonesia. Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menanggapi dugaan adanya tindakan tak manusiawi yang terjadi pada ABK Indonesia di kapal pencari ikan asal Cina.
Sebelumnya pada 5 Mei 2020, sebuah stasiun televisi di Korea Selatan mewartakan ada pelarungan jenazah total 3 ABK Indonesia di kapal Long Xin 629. Dilaporkan pula diduga telah terjadi tindakan tidak manusiawi yang dialami para ABK di kapal pencari ikan berbendera Cina itu, seperti kerja 18 jam per hari, upah kerja yang tidak manusiawi, dan ABK Indonesia yang diminta minum air laut, bukan air mineral.
Potongan gambar dari video kru kapal nelayan Cina yang membuang jenazah ABK Indonesia ke laut.[YouTube MBCNEWS]
Menlu Retno pada Kamis, 7 Mei 2020, menjelaskan ada 46 ABK Indonesia yang bekerja di 4 kapal yang berbeda berbendera Cina. Empat kapal itu adalah Long Xin 629, Long Xin 605, Long Xin 606 dan Tian Yu 8.
Pada 14 April 2020, KBRI di Seoul menerima laporan kapal pencari ikan Long Xin 605 dan Tian Yu akan berlabuh di Busan, Korea Selatan. Dilaporkan pula, ada WNI yang meninggal di kapal itu.
Dari penelusuran KBRI Seoul, pada 23 April diterima informasi bahwa kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8 berlabuh di Busan bersama total 46 ABK. Kapal itu sempat tertahan karena ada 35 ABK tidak terdaftar di kapal itu.
Ke-35 ABK itu rupanya terdaftar di kapal Long Xin 629 dan Long Xin 606. Mereka lalu dianggap sebagai penumpang oleh otoritas di Busan, Korea Selatan.
“ABK Indonesia yang terdaftar di Long Xin 605 ada 8 orang dan di kapal Tian Yu 8 ada 3 ABK. Mereka semua sudah dipulangkan ke Indonesia pada 24 April 2020. Sisa ABK dari kapal Long Xin 629 dan Long Xin 606 bisa diturunkan atas dasar kemanusiaan dan dikarantina. Beberapa dari mereka ada yang sudah pulangkan ke Indonesia, sisanya masih dalam proses imigrasi,” kata Retno.
Pada 26 April 2020, KBRI Seoul menerima informasi seorang ABK dengan inisial E.P dari ABK Long Xin 629, sakit. Pada 27 April E.P meninggal di rumah sakit Busan Medical Center.
Menteri Retno menekankan Kementerian Luar Negeri dan perwakilan Indonesia di luar negeri akan mengawal penyelesaian kasus ini. Kementerian Luar Negeri akan meminta bantuan Beijing agar dilakukan penyelidikan lebih lanjut pada kapal-kapal yang terlibat dan kondisi perlakuan kerja.
Kementerian Luar Negeri RI juga telah meminta dukungan Pemerintah Cina untuk membantu perusahaan pemilik kapal agar bertanggung jawab membayar gaji para ABK dan kondisi kerja yang aman.