TEMPO.CO, Jakarta -Utusan PBB untuk HAM di Asia Tenggara, Yanghee Lee mengatakan, militer Myanmar harus diselidiki karena kemungkinan melakukan kejahatan perang di negara bagian Rakhine dan Chin saat dunia fokus memerangi wabah Corona.
Militer Myanmar yang disebut Tatmadaw telah meningkatkan serangan terhadap warga sipil beberapa pekan terakhir dengan serangan udara dan artileri.
"Saat dunia disibukkan dengan wabah COVID-19, militer Myanmar meningkatkan serangannya di negara bagian Rakhine, menarget warga sipil," kata Yanghee Lee dalam pernyataan akhirnya setelah enam tahun sebagai pelapor khusus PBB, sebagaimana dilaporkan Deutsche Welle, 29 April 2020.
Lee mengatakan militer Myanmar membunuh warga sipil, membakar rumah penduduk, dan menyiksa para tahanan.
Pertempuran antara pasukan pemerintah Myanmar dan pemberontak etnis minoritas pecah pada Januari tahun lalu. Lebih dari 150 ribu orang meninggalkan rumah mereka, puluhan orang dibunuh, dan ratusan terluka.
Pemerintah Myanmar telah berulang kali menolak permintaan utusan PBB untuk masuk ke Myanmar. Pemerintah maupun tentara Myanmar menolak tuduhan utusan PBB itu dengan alasan serangan dilakukan untuk menjawab serangan pemberontak Muslim Rohingya.
Pekan lalu, pengemudi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO tewas dibunuh saat melintas membawa sampel virus Corona dari Rakhine menuju Yangoon. Saat itu militer Myanmar bertempur melawan pemberontak.