TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin de Facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, menolak tuduhan negaranya telah melakukan genosida terhadap etnis minoritas Rohingya. Dalam sidang sesi dengar di Pengadilan Internasional di Den Haag, Belanda, Rabu, 11 Desember 2019, Suu Kyi mengatakan tuduhan yang diarahkan pada pihaknya tidak lengkap dan menyesatkan.
Dikutip dari reuters.com, sidang sesi dengar dugaan genosida terhadap etnis Rohinga berlangsung selama tiga hari. Gugatan diajukan oleh Gambia, sebuah negara di Afrika, yang menuding Myanmar telah menciderai aturan Genosida Convention 1948.
Suu Kyi adalah peraih Nobel bidang perdamaian 1991. Dugaan genosida terhadap etnis Rohingya di Myanmar pada 2017 seperti mencoreng arang ke wajah Suu Kyi.
Dalam sidang sesi dengar, Suu Kyi berbicara sekitar 30 menit untuk mempertahankan tindakan-tindakan militer negaranya. Dia mengatakan militer Myanmar pada Agustus 2017 memimpin operasi di wilayah barat negara bagian Rakhine sebagai sebuah respond menangkal terorisme, dimana militan etnis Rohingya menyerang puluhan pos-pos polisi Myanmar.
“Gambia telah menempatkan sebuah gambar yang tidak lengkap dan menyesatkan dari fakta yang terjadi di Rakhine, Myanmar,” kata Suu Kyi.
Lebih dari 730 ribu etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh setelah militer di negara itu melancarkan operasi militer di Rakhine, tempat mereka tinggal. Tim penyidik PBB menyebut 10 ribu orang kemungkinan terbunuh dalam peristiwa itu.
Kelompok-kelompok HAM menyebut pernyataan Suu Kyi di sidang itu bertolak belakang dengan bukti di lapangan dan keterangan saksi mata.
“Pernyataan Suu Kyi juga tidak sama dengan bukti yang dikumpulkan oleh PBB dan kesaksian tim kami yang mendengar langsung dari mereka yang selamat,” kata George Graham, Direktur Kemanusiaan Save the Children.
Gambia berargumen bahwa tugas setiap negara di bawah Genosida Convention 1948 untuk mencegah genosida terjadi atau menghukum orang-orang yang dinilai bertanggung jawab.
Suu Kyi mengakui kekuatan militer yang tidak proporsional mungkin telah digunakan hingga warga sipil terbunuh, namun dia meyakinkan ini bukan genosida. Myanmar mengambil langkah-langkah menghukum anggota tentara yang harus bertanggung jawab atas hal ini.