TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Sentral Lebanon, Riad Salame, memperingatkan ekonomi Lebanon bisa runtuh jika tidak ada kesepakatan dengan para pengunjuk rasa. Solusi dibutuhkan dalam tempo secepat-cepatnya.
Dalam wawancara dengan CNN, Salame mengatakan sejumlah bank di Lebanon sudah ditutup sejak unjuk rasa meletup yang dipicu oleh serangkaian kebijakan penghematan, diantaranya penerapan pajak telepon WhatsApp yang mulai berlaku per dua pekan lalu.
“Ini soal hitungan hari (ekonomi Lebanon runtuh) karena negara menanggung beban biaya yang sangat besar,” kata Salame, yang menyerukan agar segera dicarikan solusi untuk mengatasi krisis yang secara jangka panjang bisa menciderai kepercayaan diri investor.
unjuk rasa di Lebanon. sumber: AFP/thenational.ae
Unjuk rasa di Lebanon saat ini mulai meneriakkan tuntutan agar Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengundurkan diri. Para pengunjuk rasa yang kecewa pada pemerintah melakukan penutupan jalan secara paksa di seluruh Lebanon sehingga jalan-jalan di jantung kota Lebanon penuh dengan massa. Demonstrasi di Lebanon kali ini adalah yang terbesar dalam hampir 15 tahun terakhir.
Perdana Menteri Hariri menyatakan siap mundur, namun saat yang sama dia tak bisa menepis kekhawatiran kalau harus meninggalkan pemerintahan yang kosong. Salame mengatakan Hariri ingin mencapai sebuah konsensus politik diantaranya dengan merombak pemerintahan demi memuaskan tuntutan para demonstran dan mendapatkan lagi kepercayaan masyarakat.
“Untuk saat ini, belum ada kemajuan atas permasalahan yang dihadapi Lebanon ini,” kata Salame.
Dia memperingatkan, semakin lama solusi ditunda-tunda maka semakin besar beban biaya negara. Sebab sekarang ini nyaris tidak ada lagi aktivitas ekonomi di Lebanon. Impor semakin sulit karena bank-bank tutup, begitu pula kredit yang sekarang semakin sulit dari sebelumnya.
“Lebanon memiliki utang internasional yang harus ditutup dan jika kita tidak membayar utang, maka kita akan ada dalam situasi gagal bayar. Di sisi lain, lapangan kerja dan masyarakat sekarang telah menjadi ancaman. Perusahaan-perusahaan yang kehilangan uang berisiko tidak mampu membayar gaji karyawan,” kata Salame.