TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga HAM Human Rights Watch atau HRW menggambarkan perundingan antara perwakilan etnis Rohingya dan delegasi Myanmar, mengecewakan. HRW menyebut perundingan itu gagal meyakinkan para pengungsi Rohingnya agar mau pulang ke Mynamar dengan aman.
Dikutip dari aa.com.tr, Kamis, 1 Agustus 2019, perundingan itu dimulai pada awal pekan ini di Cox’s Bazar, Bangladesh yang fokus membahas repatriasi etnis Rohingnya.Diantara 10 delegasi Myanmar yang hadir adalah Menteri Luar Negeri Myanmar MyintThu.
MeenakshiGanguly, Direktur HRW wilayah Asia Selatan mengatakan delegasi Myanmar telah dipersenjatai dengan sejumlah pakta dan brosur untuk membujuk para pengungsi pulang ke Myanmar karena saat ini situasi diklaim sudah aman.
"Mereka bahkan tak menggunakan istilah Rohingnya," kata Ganuly.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi disela-sela pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN atau AMM 2019, mengangkat isu yang terjadi pada masyarakat etnis Rohingnya di negara bagian Rakhine, Mynamar. Retno menyoroti pentingnya repatriasi atau pemulangan etnis Rohingnya yang berlindung ke Bangladesh untuk dipulangkan ke Rakhine, namun keamanan tetap diutamakan.
Kementerian Luar Negeri dalam keterangannya menyebut Menlu Retno pada Kamis, 1 Agustus 2019 telah melakukan komunikasi lewat telepon dengan utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener. Burgener melihat Indonesia memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk ikut membantu menyelesaikan masalah ini.
"Dalam pembicaraan tadi kami meliat pentingnya repatriasi. Namun kami juga meliat bahwa isu mengenai masalah keamanan sangat penting untuk dijaminkan," kata Retno.
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi tiba di Bangkok, 29 Juli 2019, untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi para menteri luar negeri ASEAN pada 30 Juli - 2 Agustus 2019. Sumber : dokumen kementerian luar negeri RI.
Menurut Retno, pemerintah Myanmar harus memberikan jaminan keamanan sebelum repatriasi dilakukan.
Sebelumnya pada November 2018, pengungsi Rohingya di Bangladesh berunjuk rasa menentang rencana repatriasi. Walhasil, rencana repatriasi pertama pada Kamis 15 November 2018 ditunda karena pengungsi tidak ada yang mau kembali ke Rakhine.
Penundaan menjadi kemunduran besar bagi kesepakatan Bangladesh-Myanmar untuk menyelesaikan salah satu krisis pengungsi terbesar di dunia. Para pejabat di kedua belah pihak saling menyalahkan karena kurangnya kemajuan pada rencana bilateral yang telah disepakati pada akhir Oktober.
Repatriasi telah ditentang oleh para Rohingya di kamp-kamp perlindungan di Bangladesh dan badan pengungsi dari Amerika Serikat serta lembaga kemanusiaan lainnya. Mereka takut akan keselamatan pengungsi Rohingya di Myanmar saat kembali nanti.