TEMPO.CO, Wellington – Korban termuda yang tewas akibat serangan teror di Selandia Baru, Mucaad Ibrahim, 3 tahun, dimakamkan bersama 25 orang dewasa, yang menjadi korban meninggal dalam aksi kekerasan terburuk di negari Kiwi itu, pada sore ini.
Baca:
“Tubuh Mucaad Ibrahim dibawa dalam peti terbuka, yang diusung oleh sepuluh orang keluarganya asal Somalia dan mengenakan pakaian panjang berwarna gelap. Beberapa diantara mereka memeluknya untuk terakhir kali,” begitu dilansir NZ Herald pada Jumat, 22 Maret 2019.
Ibrahim, bocah bermata kecoklatan, adalah seorang anak lelaki yang gemar tersenyum menurut keluarganya. Dia terlahir dari keluarga asal Somalia yang mengungsi sekitar 20 tahun lalu dari negara yang mengalami konflik berkepanjangan.
“Semua berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadaNya,” kata Abdi, yang merupakan saudara Ibrahim mengenang adik kecilnya.
Baca:
Ibrahim tewas tertembak pelaku teror Brenton Harrison Tarrant setelah bocah ini terpisah dari ayahnya di masjid Al Noor saat terjadi kekacauan akibat aksi penembakan itu.
Jamaah salat Jumat di masjid Al Noor ini merupakan target pertama serangan teror Tarrant, 28 tahun yang berasal dari Australia, sebelum menyerang target kedua yaitu masjid Linwood sekitar lima belas menit kemudian.
Sebanyak 50 orang tewas dalam serangan brutal Tarrant, yang mengusung semangat supremasi kulit putih. 41 korban tewas tertembak di masjid Al Noor.
Proses pemakaman bersama ini berlangsung sekitar dua jam di Memorial Park Cemetery. Ada jenazah ke 27 yaitu Mohamed Elmi, yang meninggal dalam kecelakaan mobil setelah berduka dengan korban, ikut dikuburkan bersama. Sehari sebelumnya, enam korban telah dimakamkan dil lokasi yang sama.
Baca:
Peristiwa duka sebesar ini belum pernah terjadi di Selandia Baru. Ada rombongan mobil milik para pengantar jenazah yang terpakir memanjang hingga 100 meter di seberang pemakaman.
Sekitar 5000 orang ikut mengantarkan proses penguburan para korban penembakan. Jumlah ini setara dengan sepuluh persen populasi Muslim di Selandia Baru.
“Ini tidak terjadi setiap hari. Kita tidak menguburkan 27 orang tersayang kita dalam sehari. Jadi mohon dipahami kita akan melakukan beberapa hal secara berbeda,” begitu bunyi pengumuman dari panitia pemakaman di lokasi.
Proses penguburan dilakukan dengan cara berbeda yaitu lima jenazah dalam satu kuburan dengan enam hingga delapan anggota keluarga diizinkan berada di sisi kuburan karena ruang yang terbatas.
Orang-orang menghadiri upacara pemakaman bagi para korban penembakan di masjid, di Memorial Park Cemetery di Christchurch, Selandia Baru, Rabu, 20 Maret 2019. Peristiwa terorisme tersebut menewaskan 50 jemaah Salat Jumat dan melukai 50 lainnya. REUTERS/Jorge Silva
Panitia pemakaman mengadakan sesi salat jenazah. Jasad para korban lalu diusung ke pemakaman masing-masing. Sejumlah anggota keluarga dan teman lelaki melemparkan serpihan tanah ke dalam kuburan.
Baca:
Salah satu korban asal India Arifbhai Vora, 58 tahun, dimakamkan bersama putranya Ramiz Vora. Istri Ramiz baru saja melahirkan seorang bayi perempuan empat hari sebelum peristiwa penembakan itu.
Ramiz dan putranya tewas akibat penembakan di masjid Linwood oleh Tarrant, yang menembaki jamaah salat Jumat dengan senapan serbu AR-15 berkapasitas magazin besar. Tarrant mengaku membenci imigran dan menyebut mereka sebagai pelaku invasi. Aksi teror itu dilakukan untuk mengurangi jumlah imigran yang masuk ke negara-negara Barat.
Pasangan suami istri Ghulam Hussain dan Karam Bibi, serta putra mereka Zeshan Raza, asal Pakistan dimakamkan bersama. Mereka sedang mengunjungi putranya di Kota Christchurch untuk pertama kali saat tertembak di masjid Al Noor.
Pelaku serangan teror di Selandia Baru, Brenton Harrison Tarrant, 28 tahun, menggunakan senapan semiotomatis untuk menembaki jamaah dua masjid di Kota Christchurch pada Jumat, 15 Maret 2019. 50 orang tewan dan 48 orang terluka. Heavy
Korban lainnya yaitu Naeem Rashid menjadi pahlawan dalam serangan teroris ini setelah terekam mencoba melawan pelaku serangan teror Tarrant dengan mengambil senapan serbu yang digunakan menembaki jamaah. Rashid dimakamkan bersama putranya Talha, 21 tahun.
Lalu ada korban Husna Ahmed, yang meninggal ditembak Tarrant saat kembali ke masjid Al Noor untuk menyelamatkan suaminya, yang menggunakan kursi roda. Husna sempat membantu jamaah lain menyelamatkan diri dari aksi penembakan itu sebelum kembali untuk menjemputnya, kata suaminya Farid Ahmed.
Para korban serangan teror di Selandia Baru berasal dari beragam profesi seperti insinyur penerbangan, akunta, ibu rumah tangga hingga anak kecil. Mereka berasal dari berbagai negara seperti Palestina, Mesir, India, Somalia, Pakistan, Indonesia, dan Malaysia.