TEMPO.CO, Wellington – Nama senjata senapan semi-otomatis AR-15 kembali muncul dalam aksi penembakan massal dalam serangan teror di Selandia Baru pada Jumat, 15 Maret 2019.
Baca:
PM Ardern Temui Siswa Pasca Serangan Teror di Selandia Baru
AR-15 merupakan senjata versi sipil dari senapan militer milik Amerika Serikat yaitu M-16.
“Semua senjata semi-otomatis yang digunakan selama serangan teroris pada Jumat, 15 Maret akan dilarang,” kata PM Selandia Baru, Jacinda Ardern, dalam jumpa pers seperti dilansir media Whtc pada Rabu, 20 Maret 2019. Dia mengaku baru tahu jika publik di Selandia Baru dibolehkan undang-undang untuk membeli senjata ini.
Baca juga:
Berikut 5 hal mengenai senjata AR-15 ini seperti dilansir Euro News:
- Asal Muasal
Senapan ini mulai dikembangkan oleh perusahaan pembuat senjata ArmaLite pada 1950an. Ini untuk memenuhi permintaan militer AS yang ingin menggantikan senapan tempur M-1 Garand dan senapan lainnya.
Baca:
Pada 1959, ArmaLite menjual hak paten senjata ini kepada perusahaan senjata lain yaitu Colt, yang memodifikasi senapan itu dan menyuplainya ke militer AS sebagai senjata otomatis penuh M-16. Colt lalu membuat versi sipil semi-otomatis AR-15.
Senjata otomatis bisa menembak terus menerus ketika pemicunya ditekan ke bawah. Sedangkan senjata semi-otomatis bisa menembak hanya jika pemicunya ditekan dan dilepas berulang kali.
- Popularitas
Senjata AR-15 ini dinobatkan oleh lembaga asosiasi pengguna senjata AS yaitu National Riffle Association sebagai senjata paling populer di AS. Ada jutaan unit terjual selama ini. NRA menyebut singkatan AR seharusnya kepanjangan dari America’s Rifle karena populer.
NRA menjelaskan senjata ini populer digunakan karena mudah dikustom, bisa diandalkan dan akurat. “Bisa digunakan untuk berburu dan pertahanan diri,” begitu penjelasan NRA dalam sebua blog.
- Penembakan Massal
Senapan AR-15 ini digunakan dalam berbagai serangan penembakan massal termasuk ke sekolah di AS. Misalnya, penembakan sekolah di Florida pada Februari 2018 menewaskan 17 orang siswa. Serangan terhadap kerumunan konser musik di Las Vegas menewaskan 58 orang pada Oktober 2018.
Baca:
Pada pendukung kontrol senjata mengatakan senapan AR-15 ini digunakan dalam mayoritas penembakan massal di AS dalam sepuluh tahun terakhir.
Tulisan berwarna putih di senjata Brenton Tarrant pelaku serangan teror di masjid kota Christchurch, Selandia Baru pada hari Jumat, 15 Maret 2019. [Mirror.co.uk}
- Pelarangan
Sejumlah upaya untuk melarang penjualan senjata ini ke publik telah diupayakan oleh berbagai pihak di AS namun belum berhasil.
“Pembantaian sinagoga merupakan pembunuhan massal menggunakan senapan serbu AR-15. Kenapa senapan ini tersedia begitu banyak?” kata Kenneth Roth, direktur Human Right Watch.
Baca:
Namun, pengguna senapan ini berargumen mayoritas pemilik AR-15 tidak menggunakannya untuk kejahatan. Mereka juga beralasan senjata ini hanya 'terlibat' tas sebagian kecil kekerasan senjata api di AS. Kali ini, polisi mengatakan AR-15 digunakan tersangka pelaku serangan teror di Selandia Baru.