TEMPO.CO, Jakarta - Remaja asal Arab Saudi, Rahaf Mohammed al-Qunun merasa dirinya terlahir kembali setelah bertahun-tahun hidup dalam ketakutan dan mengalami tekanan fisik dan mental dari keluarganya.
Sejak berusia 16 tahun, Qunun tertekan karena didikan keluarganya yang keras. Keluarga menghalangi keinginannya untuk mengenyam pendidikan. Dia juga pernah dikurung dalam suatu ruangan selama enam hari karena keluarganya tidak suka dia memotong rambut. Ancaman fisik pun kerap Qunun dapatkan dari kakak laki-lakinya.
Baca: Kanada Beri Suaka ke Remaja Arab Saudi yang Kabur dari Rumah
Tekanan yang Qunun dapatkan sampai pada ancaman pembunuhan karena dia mengaku seorang ateis dan menolak menggunakan kerudung.
Qunun mengatakan kepada The New York Times, Arab Saudi seperti penjara untuknya. Dia tidak dapat menentukan pilihannya sendiri di sana.
Remaja usia 18 tahun ini berupaya mencari cara untuk mengakhiri tekanan mental dan fisik serta rasa takut kehilangan nyawanya, sekalipun harus keluar dari negaranya.
Peluang itu datang ketika dia bersama keluarganya berlibur ke Kuwait awal Januari 2019.
Baca: Cari Suaka ke Australia, Remaja Arab Saudi Ditahan Thailand
Karena terbang dari Kuwait tidak mengharuskan adanya laki-laki yang mendampingi, Qunun memutuskan untuk pergi mencari suaka ke Australia. Dia terbang lebih dahulu ke Bangkok agar pergerakannya tidak dicurigai.
Qunun tiba di Bandara Suvarnabhumi Bangkok pada Sabtu, 5 Januari 2019. Imigrasi Thailand melarang ia masuk ke Bangkok karena beberapa dokumen yang tidak lengkap. Mereka berencana untuk menerbangkan Qunun kembali ke Kuwait pada Senin, 7 Januari 2019. Namun upaya itu gagal karena Qunun menyita perhatian seluruh dunia dengan aksinya mengurung diri di kamar hotel di dalam area bandara di Bangkok.
Dia menolak dipulangkan ke keluarganya dan menggugah kisah hidupnya di Twitter. Qunun menyampaikan pada Reuters, keluarganya akan membunuhnya jika dia dipulangkan.
Baca: Jumlah Ateis di Arab dan Mesir Meningkat, Apa Pemicunya?
Perwakilan UNHCR, badan PBB yang menangani pengungsi mendiskusikan masalah ini dengan pihak imigrasi Thailand. Setelah 48 jam singgah di bandara, akhirnya Qunun diperbolehkan untuk masuk ke Thailand sedangkan status pengungsinya sedang ditangani oleh UNHCR. Selama di Bangkok, Qunun berada di bawah perlindungan pemerintah Thailand.
Setelah UNHCR menyetujui status pengungsinya, Jumat, 11 Januari 2019 Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau menerima permintaan UNHCR untuk memberikan suaka kepada Qunun setelah meminta ke beberapa negara.
Malamnya, Qunun meninggalkan Bangkok menggunakan penerbangan Korean Air untuk singgah sementara di Seoul, Korea Selatan. Setelah itu, Qunun melanjutkan penerbangannya ke Toronto, Kanada.
Kedatangannya pada Sabtu, 12 Januari 2019 disambut oleh Menteri Luar Negeri Kanada, Chrystia Freeland. Qunun berencana untuk memulai kembali hidupnya dengan mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Remaja Arab Saudi ini akan menjalani kehidupan normal yang ia mimpikan setelah terkungkung di rumahnya di Arab Saudi.
NAURA NADY | REUTERS | THE NEW YORK TIMES | AL-JAZEERA